Halaman
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
57
APBN, APBD, dan Kebijakan
Fiskal
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
57
BB
BB
B
ab IIIab III
ab IIIab III
ab III
Setelah mengikuti pembelajaran, siswa dapat:
1.
menguraikan arti, fungsi dan tujuan APBN dan APBD;
2.
mengidentifikasi sumber-sumber pendapatan negara dan daerah;
3.
menguraikan pengaruh APBN dan APBD terhadap perekonomian;
4.
mendeskripsikan pengertian pajak dan fungsinya;
5.
mengidentifikasi pajak dan pungutan resmi lainnya sebagai sumber pendapatan
negara dan daerah;
6.
menghitung pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan.
Sumber:Sumber:
Sumber:Sumber:
Sumber:
Tempo, 13 Mei 2001
TUJUAN PEMBELAJARAN
58
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
PETA KONSEP
Arti, Tujuan, dan Fungsi
Asas Penyusunan dan Cara Menyusun
Pelaksanaan
Sumber Pendapatan Negara
Jenis Pembelanjaan Negara
Perubahan Format
Dampak
Arti
Dasar Hukum dan Fungsi
Sistem dan Asas Pemungutan
Tarif dan Jenis
Sistem Perpajakan di Indonesia
Cara Menghitung Pajak
Arti
Tujuan
Jenis
PAJAK
Arti, Tujuan, dan Fungsi
Cara Penyusunan
Pelaksanaan
Sumber Pendapatan Daerah
dan Jenis Belanja Daerah
Format APBD
Dampak
RAPBN
RAPBD
Kebijakan
Fiskal
APBN
APBD
Hubungan APBN dan Korupsi
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
59
K
ita sering mendengar bahwa anggaran Indonesia selalu mengalami
defisit (kekurangan). Defisit terjadi karena pengeluaran lebih besar
daripada pendapatan. Defisit tersebut ditanggulangi pemerintah di
antaranya dengan cara berutang ke luar negeri.
Secara teoretis, anggaran negara atau APBN yang defisit bukan merupakan
hal jelek, dengan syarat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
anggaran (APBN) tidak berbau KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Namun yang menyedihkan, ternyata Indonesia adalah negara terkorup
urutan pertama di kawasan ASEAN, dan negara terkorup urutan ke-6 dari
133 negara di dunia menurut penilaian lembaga TI (
Transpar
ency Interna-
tional
). Bahkan menurut berita terakhir, saat ini Indonesia sudah berada di
urutan ke-5 sebagai negara terkorup dari 146 negara di dunia.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa APBN yang defisit bukan merupakan hal
yang jelek? Dan, apa sebenarnya APBN itu? Apa hubungannya APBN
dengan keuangan negara? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang harus
dijawab.
A. Keuangan Negara
Seperti sebuah rumah tangga, negara perlu mengatur dan mengelola
keuangannya dengan baik. Agar bisa memenuhi semua pengeluarannya,
negara harus memiliki pendapatan atau penerimaan. Dari mana saja
pendapatan atau penerimaan negara bisa diperoleh? Untuk apa saja
pengeluaran yang dilakukan oleh negara? Bagaimana mengatasi pendapatan
yang lebih kecil dibandingkan pengeluaran, perlukah negara berutang ke
luar negeri? Itulah yang akan kita pelajari sekarang.
Mempelajari cara-cara negara memperoleh pendapatan dan cara-cara
negara membelanjakannya berarti mempelajari keuangan negara. Jadi,
keuangan negara adalah ilmu yang mempelajari cara-cara negara atau
pemerintah memperoleh pendapatan serta cara-cara negara atau pemerintah
melakukan pengeluaran serta pengaruh-pengaruhnya terhadap
perekonomian.
B. APBN
Sumber-sumber pendapatan negara dan berbagai jenis pengeluaran
negara dapat kita lihat pada APBN. APBN adalah Anggaran Pendapatan
60
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
dan Belanja Negara yang dibuat oleh pemerintah setiap tahun. Seperti apa
APBN itu? Berikut ini kita akan mempelajarinya.
1. Arti dan Landasan Hukum APBN
APBN adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Sesuai dengan kepanjangannya, APBN dapat diartikan sebagai suatu daftar
yang memuat perincian sumber-sumber pendapatan negara dan jenis-jenis
pengeluaran negara dalam waktu satu tahun.
Pada zaman Orde Baru (Orba), APBN dirancang dan dilaksanakan untuk
satu tahun mulai 1 April - 31 Maret tahun berikutnya, misalnya mulai 1
April 1995 - 31 Maret 1996. Akan tetapi, sejak tahun 2000 (Era Reformasi),
APBN dirancang dan dilaksanakan untuk satu tahun mulai 1 Januari - 31
Desember tahun yang sama.
APBN dirancang berdasarkan landasan hukum tertentu. Landasan
hukum tersebut adalah sebagai berikut.
a.
UUD 1945 Pasal 23 (sesudah diamandemen) yang pada intinya berisi:
1) APBN ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang.
2) Rancangan APBN dibahas di DPR dengan memerhatikan pendapat
Dewan Perwakilan Daerah.
3) Apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran yang diusulkan
pemerintah, maka pemerintah memakai APBN tahun lalu.
b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1994 tentang Pendapatan dan Belanja
Negara.
c.
Keppres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.
Samakah Pendapatan Nasional dengan Pendapatan
Negara?
Apabila salah seorang dari kalian tiba-tiba bertanya: “Apakah
pendapatan Nasional yang kita pelajari di kelas X itu sama dengan
Pendapatan Negara yang tercantum dalam APBN? Kalau tidak sama,
lalu apa perbedaan Pendapatan Nasional dengan Pendapatan Negara?
Bagaimana? Mampukah kalian menjawab pertanyaan itu? Belum
mampu? Kalau begitu, simaklah uraian berikut:
Berdasarkan pendekatan pendapatan, Pendapatan Nasional
adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima semua pemilik faktor
produksi di suatu negara sebagai balas jasa penggunaan faktor-faktor
produksi, selama satu tahun. Pemilik faktor-faktor produksi tersebut
I N F O
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
61
terdiri dari rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan masyarakat
luar negeri. Adapun yang dimaksud Pendapatan Negara, seperti yang
tercantum dalam APBN adalah jumlah seluruh pendapatan yang
diterima negara yang berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan
bukan pajak yang akan digunakan negara untuk membiayai semua
kebutuhannya.
Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendapatan
Nasional berbeda dengan Pendapatan Negara. Pendapatan Nasional
lebih luas cakupannya dibandingkan pendapatan Negara. Dalam
Pendapatan Nasional, pendapatan yang dihitung mencakup
pendapatan yang diterima oleh semua pelaku ekonomi, yaitu rumah
tangga, perusahaan, pemerintah (negara) dan masyarakat luar negeri,
sedangkan Pendapatan Negara hanya merupakan penerimaan yang
diperoleh suatu negara selama 1 tahun untuk membiayai
kebutuhannya. Dan, sering kali dalam APBN diperlihatkan berapa
persen jumlah Pendapatan Negara jika dibandingkan dengan
pendapatan Nasional (dalam hal ini PDB/Produk Domestik Druto).
2. Tujuan dan Fungsi APBN
Berikut ini adalah penjelasan mengenai tujuan dan fungsi APBN.
a. Tujuan APBN
APBN disusun sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan negara. Dengan adanya APBN, pemerintah
sudah mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa saja yang akan diterima
sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus dilakukan selama
satu tahun. Dengan adanya APBN sebagai pedoman tersebut, diharapkan
kesalahan, pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat
dihindari. Dan, apabila APBN disusun dengan baik dan tepat, serta
dilaksanakan sesuai aturan, maka akan mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, kesempatan kerja, dan kemakmuran bangsa.
b. Fungsi APBN
Fungsi APBN meliputi:
1)
Fungsi Alokasi
Dengan adanya APBN, pemerintah dapat mengalokasikan
(membagikan) pendapatan yang diterima sesuai dengan sasaran yang
62
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
dituju. Misalnya, berapa besar untuk belanja (gaji) pegawai, untuk
belanja barang, dan berapa besar untuk proyek.
2)
Fungsi Distribusi
Dengan adanya APBN, pemerintah dapat mendistribusikan pendapatan
yang diterima secara adil dan merata. Fungsi distribusi dilakukan untuk
memperbaiki distribusi pendapatan di masyarakat sehingga masyarakat
miskin dapat dibantu. Caranya, antara lain dengan melakukan kebijakan
subsidi seperti subsidi BBM.
3)
Fungsi Stabilisasi
Dengan adanya APBN, pemerintah dapat menstabilkan keadaan
perekonomian untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya,
dalam keadaan inflasi (harga barang dan jasa naik), pemerintah dapat
menstabilkan perekonomian dengan cara menaikkan pajak. Dengan
menaikkan pajak, jumlah uang yang beredar dapat dikurangi sehingga
harga-harga dapat kembali turun.
3. Cara Penyusunan serta Pelaksanaan,
Pengawasan dan Pertanggungjawaban APBN
Uraian berikut ini akan menjelaskan tentang cara-cara penyusunan APBN
serta pelaksanaan dan pengawasannya.
a. Asas Penyusunan APBN
Asas penyusunan APBN adalah sebagai berikut:
1) Kemandirian, yang berarti pembiayaan negara didasarkan atas
kemampuan negara, sedangkan pinjaman luar negeri hanya sebagai
pelengkap.
2)
Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
3) Penajaman prioritas pembangunan, yang berarti mengutamakan
pembiayaan yang lebih bermanfaat.
b. Cara Penyusunan APBN
APBN disusun melalui cara-cara berikut ini.
1)
Pemerintah menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (RAPBN). RAPBN disusun pemerintah atas dasar usulan
anggaran yang dibuat oleh setiap departemen atau lembaga negara yang
diusulkan kepada pemerintah dalam bentuk DUK (Daftar Usulan
Kegiatan) dan DUP (Daftar Usulan Proyek). DUK diusulkan untuk
membiayai kegiatan rutin dan DUP diusulkan untuk membiayai
pembangunan.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
63
2)
Pemerintah mengajukan RAPBN kepada DPR untuk dibahas.
3)
DPR membahas RAPBN dengan dua tujuan: diterima atau ditolak.
4)
Jika diterima, RAPBN akan disahkan menjadi APBN dan disampaikan
kepada pemerintah untuk dilaksanakan. Namun, jika ditolak,
pemerintah harus menggunakan APBN sebelumnya.
c. Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pertanggungjawaban
APBN
Penjelasan tentang pelaksanaan, pengawasan dan pertangungjawaban
APBN adalah sebagai berikut.
1)
Pelaksanaan APBN
APBN yang sudah disahkan digunakan pemerintah sebagai pedoman
pendapatan dan pengeluaran, sekaligus sebagai program kerja
pemerintah selama satu tahun. Setiap pengeluaran harus berdasarkan
DIK (Daftar Isian Kegiatan) dan DIP (Daftar Isian Proyek). Pembayaran
DIK dan DIP dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(KPKN) dalam bentuk SPMU (Surat Perintah Membayar Uang) yang
dapat ditukarkan dengan uang tunai.
2)
Pengawasan APBN
Agar tidak terjadi penyimpangan, pelaksanaan APBN harus diawasi.
Lembaga yang bertugas mengawasi APBN, di antaranya BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) sebagai instansi pengawas tertinggi. Selain itu,
masyarakat juga bisa turut serta mengawasi pelaksanaan APBN.
3)
Pertanggungjawaban APBN
Pemerintah mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN dalam
bentuk PAN (Perhitungan Anggaran Negara) yang disampaikan kepada
DPR untuk diteliti.
4. Sumber-Sumber Pendapatan Negara dan Jenis-
Jenis Pembelanjaan Negara
Selanjutnya, kita akan menjelaskan tentang sumber-sumber pendapatan
negara dan jenis-jenis pembelanjaan negara.
a. Sumber-Sumber Pendapatan Negara
Setiap negara pasti ingin memperoleh pendapatan yang sebanyak-
banyaknya. Caranya, yaitu dengan menggali semua sumber pendapatan
yang ada di negara tersebut. Sumber-sumber pendapatan tiap negara
berbeda. Begitu juga Indonesia sebagai negara sektor migas (minyak dan
gas). Namun, sejak harga BBM di dunia merosot pada tahun 1982,
64
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
pemerintah mulai mendorong sektor nonmigas agar mampu meningkatkan
pendapatan negara. Mulai tahun 1984 penerimaan dari nonmigas terus
meningkat dan pada tahun 1987 jumlahnya sudah seimbang dengan jumlah
sektor migas. Selanjutnya, sumber-sumber pendapatan Indonesia
berdasarkan APBN tahun 2001 adalah sebagai berikut.
1)
Pendapatan Negara terdiri atas: penerimaan dalam negeri dan hibah.
2)
Penerimaan dalam negeri berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan
bukan pajak.
Tabel 3.1. Sumber
-sumber pendapatan negara
Sumber-Sumber Pendapatan Negara
I. Penerimaan Dalam Negeri
A. Penerimaan Perpajakan
1.
Pajak Dalam Negeri, terdiri dari:
a.
Pajak Penghasilan migas dan nonmigas
b
Pajak Pertambahan Nilai
c.
Pajak Bumi dan Bangunan
d.
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
e.
Cukai
f.
Pajak lainnya.
2.
Pajak Perdagangan Internasional, terdiri dari:
a.
Bea masuk
b.
Pajak/Pungutan ekspor
B. Penerimaan Bukan Pajak
1.
Penerimaan SDA (Sumber Daya Alam), terdiri dari:
a.
Minyak bumi
b.
Gas alam
c.
Pertambangan umum
d.
Kehutanan
e.
Perikanan
2.
Bagian laba BUMN
3.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya.
II. Hibah
Berdasarkan tabel 3.1 tampak bahwa pendapatan negara kita terdiri
atas penerimaan dalam negeri dan hibah. Adapun penerimaan dalam negeri
terdiri atas penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak, di
antaranya berupa penerimaan dari minyak bumi. Salah satu masalah yang
dihadapi Indonesia pada tahun 2004 adalah meningkatnya harga minyak
bumi di dunia. Secara kasar, harusnya peningkatan harga tersebut disambut
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
65
gembira oleh Indonesia sebagai negara pengekspor minyak bumi. Akan
tetapi, kemampuan produksi minyak ekspor Indonesia ternyata lebih kecil
dibandingkan jumlah konsumsi minyak dalam negeri. Sementara itu, naiknya
harga minyak dunia justru akan merugikan Indonesia. Mengapa demikian?
Karena kenaikan harga minyak dunia menyebabkan subsidi BBM yang harus
dikeluarkan pemerintah semakin membengkak.
Agar lebih jelas seperti apa kerugian Indonesia, simaklah sekilas info
berikut!
Kenaikan Harga Minyak Bukan lagi Surga bagi Indonesia
Bagi negara produsen minyak, anggota OPEC seperti Indonesia
sekalipun, drama kenaikan harga minyak tidak lagi disambut dengan
rasa syukur. Dongeng tentang rezeki minyak, istilah yang selalu kita
baca dalam setiap halaman surat kabar antara 1970-an dan 1980-an
sudah jarang kita temukan lagi. Soalnya, produksi minyak terus
menurun sebaliknya konsumsinya terus menanjak. Satu dari tiga liter
BBM yang hari ini dibakar rakyat Indonesia harus didatangkan dari
pasar minyak Asia di Singapura, Cina, sampai Nigeria.
Akibatnya, kenaikan harga di pasar internasional tak bisa lagi
kita nikmati sebagai rezeki bonanza minyak seperti di masa lalu.
Lonjakan harga justru menjadi tulah yang menggerogoti simpanan
cadangan devisa. Minyak yang selama ini menjadi sumber kekayaan
devisa, kini berbalik menjadi ancaman terhadap kesehatan neraca
pembayaran.
Lebih celaka lagi, harga minyak di dalam negeri belum
sepenuhnya disetarakan dengan harga di pasar internasional. Melalui
instrumen yang disebut subsidi energi, pemerintah terus menjadi
bumper yang harus siap menomboki selisih harga minyak
internasional dengan harga minyak domestik. Makin tinggi harga
minyak di pasar dunia makin sempit ruang gerak pemerintah untuk
melakukan manuver terhadap anggaran negara.
Tahun ini, dengan patokan harga minyak US$ 35 per barel saja,
dana subsidi yang harus disediakan melambung hingga mencapai Rp
63 triliun, melonjak hampir lima kali lipat dari jumlah yang sebelumnya
dianggarkan. Jumlah yang kolosal itu setara dengan tiga kali lipat
anggaran yang disediakan untuk subsidi pendidikan nasional. Semakin
sering harga minyak bergejolak, semakin kerap kita harus
menyesuaikan pos-pos dalam APBN.
I N F O
66
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
Di atas semua itu, subsidi minyak mematikan upaya pencarian
sumber energi alternatif. Harga minyak di pasar lokal yang terus
menerus dibuat murah, membuat kita tak punya gairah untuk
mengeksplorasi sumber energi yang lebih masuk akal.
Tak ada cara lain, subsidi bahan bakar harus dihentikan agar
dasar-dasar perekonomian menjadi lebih sehat. Namun, penghapusan
yang tiba-tiba bukan hanya meledakkan keguncangan politik, tapi
juga melahirkan gempa ekonomi.
b. Jenis-Jenis Pembelanjaan Negara
Pembelanjaan atau pengeluaran negara sebaiknya diupayakan sama
dengan pendapatan negara. Namun, pada kenyataannya sering kali
pengeluaran negara lebih besar daripada pendapatan negara sehingga negara
mengalami defisit (kekurangan). Untuk menutupi kekurangan tersebut,
negara bisa melakukan privatisasi (menjual saham perusahaan negara kepada
masyarakat), menjual aset negara, menerbitkan obligasi (surat pengakuan
utang), serta berutang ke luar negeri.
Tabel 3.2. Jenis-jenis belanja negara
Jenis-Jenis Belanja Negara
I.
Belanja Pemerintah Pusat
A. Pengeluaran Rutin
1.
Belanja Pegawai
2.
Belanja Barang
3.
Pembayaran Bunga Utang
a.
Utang Dalam Negeri
b.
Utang Luar Negeri
4.
Subsidi
a.
Subsidi BBM
b.
Subsidi Non-BBM
5.
Pengeluaran rutin lainnya
B. Pengeluar an Pembangunan
1.
Pembiayaan pembangunan rupiah
2.
Pembiayaan proyek
II. Belanja Daerah (Dana Perimbangan)
A. Dana Bagi Hasil
B. Dana Alokasi Umum
C. Dana Alokasi Khusus
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
67
Jika dilihat dari sifatnya, belanja atau pengeluaran negara dapat
dibedakan menjadi dua macam:
1)
Pengeluaran yang bersifat
ekskausatif
, yaitu pengeluaran untuk membeli
barang dan jasa yang dapat langsung dikonsumsi atau dapat
menghasilkan barang lain.
2)
Pengeluaran yang bersifat transfer, yaitu pengeluaran yang berbentuk
dana bantuan sosial, seperti subsidi atau sumbangan kepada korban
bencana alam dan hadiah-hadiah kepada negara lain.
5. Perubahan Format APBN
Sejak Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, format APBN mulai
April tahun 2000 mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut.
a. Perubahan Periode Anggaran
Pada masa pemerintahan Orba, periode anggaran dimulai 1 April - 31
Maret tahun berikutnya. Sejak pemerintahan Abdurrahman Wahid, periode
tersebut diubah menjadi 1 Januari - 31 Desember tahun yang sama. Akibat
perubahan ini, khusus tahun 2000 APBN berlaku hanya sembilan bulan,
yaitu 1 April - 31 Desember tahun 2000. Perubahan ini memudahkan siapa
pun untuk menganalisis kinerja perekonomian Indonesia, baik dalam skala
nasional maupun internasional.
b. Perubahan Struktur Penyajian
Perubahan struktur penyajian APBN Indonesia disesuaikan dengan
standar yang berlaku dalam
Government Finance Statistics
(GFS) atau
Statistik Keuangan Pemerintah. Perubahan struktur penyajian tersebut
meliputi:
1)
Struktur APBN dengan tegas memisahkan unsur-unsur sebagai berikut:
a) pendapatan negara dan hibah,
b) belanja negara,
c) defisit/surplus, dan
d) pembiayaan.
Pada APBN sebelum tahun 2000 unsur defisit surplus dan unsur
pembiayaan tidak tercantum secara jelas dalam APBN. Di samping itu,
pada APBN sebelum tahun 2000 walaupun negara mengalami defisit,
defisit tersebut tidak tercantum dengan jelas, karena pada saat itu utang
kepada luar negeri masih dianggap sebagai penerimaan negara. Dengan
struktur APBN yang baru, defisit tersebut akan tampak dengan jelas.
68
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
2) Pinjaman Luar Negeri tidak lagi dianggap sebagai komponen
Penerimaan Negara (seperti yang terjadi pada APBN sebelum tahun
2000). Pinjaman Luar Negeri sekarang dianggap sebagai komponen
Pembiayaan. Ini terjadi karena mulai APBN tahun 2000, yang dimaksud
dengan Penerimaan Negara adalah semua penerimaan yang tidak wajib
dibayar kembali oleh pemerintah. Karena pinjaman luar negeri wajib
dibayar kembali, maka hal itu tidak digolongkan sebagai penerimaan
negara.
Adapun unsur pembiayaan muncul dengan tujuan:
1)
Apabila APBN mengalami defisit, unsur Pembiayaan akan menjelaskan
bagaimana cara menutup defisit, misalnya dengan cara berutang ke
luar negeri.
2)
Apabila APBN mengalami surplus, unsur pembiayaan akan menjelaskan
bagaimana surplus (kelebihan) itu akan digunakan (dibelanjakan). Agar
lebih jelas, perhatikan contoh-contoh APBN berikut ini yang
menggambarkan APBN sebelum dan sesudah tahun 2000!
Tabel 3.3.
APBN 1998/1999
Penerimaan
Pengeluaran
A . Pen. Dalam Negeri
149.302.500
A.
Pengeluaran Rutin
171.205.100
I.
Penerimaan Migas
49.711.400
I.
Belanja Pegawai
24.781.400
1 . Minyak bumi
32.908.600
1.
Gaji/Pensiun
19.120.000
2. Gas alam
16.802.800
2. T
unjangan Beras
1.872.400
3. Uang makan/Lauk Pauk
1.484.400
II. Pen. Bukan Migas
99.591.100
4.
Lain-lain Belanja Pegawai
Dalam Negeri
1.154.600
1. PPh
25.846.200
5.
Belanja Pengawai
1.150.000
2. PPN
28.940.000
Luar Negeri
3. Bea masuk
5.494.900
II.
Belanja Barang
11.425.100
4. Cukai
7.775.900
1.
Belanja Barang
10.059.700
5. Pajak ekpor
942.800
Dalam Negeri
6.
PBB dan BPHTB
3.411.000
2.
Belanja Barang luar Negeri
1.365.400
7. Pajak lainnya
540.000
8. PNBP
26.660.300
III.
Belanja Rutin Daerah
13.289.700
a . PNBP murni
–
1 .
Belanja Pegawai
12.606.500
b. Privatisasi
–
2
. Belanja Nonpegawai
683.200
c. Asset
Recovery
–
9. LBM
–
IV. Bunga dan Cicilan Hutang
66.236.400
1. Dalam Negeri
1.940.100
2 . Luar Negeri
64.296.300
a. Pokok
33.261.500
b. Bunga
31.034.800
V. Subsidi
55.472.500
1. BBM
27.534.000
a . Murni
–
b. Tunggakan
–
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
69
2. Non-BBM
27.938.500
a . Murni
–
b. Tunggakan
–
IV. Lain-lain
–
B. Pen. Luar Negeri
114.585.600
B.
Pengel. Pembangunan
92.683.000
I.
Pinjaman Program
74.044.700
I.
Pembiayaan rupiah
52.142.100
1. Angg. yang didaerahkan
2 . Angg. yang dikelola
oleh pusat
3. Restrukturisasi
perbankan
II. Pinjam Proyek
40.540.900
II.
Pembiayaan proyek
40.540.900
Jumlah
263.888.00
Jumlah
263.888.100
Sumber: diolah dari BPS
Cat.:
Beda pinjaman program dengan pinjaman proyek
a. Pinjaman program =
pinjaman yang digunakan untuk membiayai program-program
yang ditentukan bebas oleh pemerintah.
b. Pinjaman proyek
=
pinjaman yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang
sudah disepakati antara pemerintah dengan pemberi pinjaman.
Tabel 3.4 APBN 2001
APBN
Persen
Penyesuaian
terhadap PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah
286.006,1
19,5
I.
Penerimaan dalam Negeri
286.000,1
19,5
1. Penerimaan Perpajakan
185.260,2
12,6
a. Pajak dalam Negeri
174.254,8
11,9
i.
Pajak Penghasilan
94.970,5
6,5
-
Migas
25.725,0
1,7
-
nonmigas
69.245,5
4,7
ii. Pajak pertambahan nilai
53.456,5
3,6
iii.
Pajak bumi dan bangunan
5.094,4
0,3
iv. Bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan
1.195,0
0,1
v. Cukai
17.600,6
1,2
vi. Pajak lainnya
1.937,8
0,1
b. Pajak perdagangan internasional
1
1.005,4
0,7
i.
Bea masuk
10.398,1
0,7
ii. Pajak/pungutan ekspor
607,3
0,0
2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA migas)
100.745,0
6,9
a. Penerimaan SDA
79.446,2
5,4
i.
Minyak bumi
57.857,1
3,9
ii. Gas alam
17.368,7
1,2
iii.
Pertambangan umum
928,1
0,1
iv. Kehutanan
3.000,6
0,2
v.
Perikanan
291,1
0,0
b. Bagian laba BUMN
9.000,0
0,6
c. PNBP lainnya
121,7
0,8
70
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
II. Hibah
0,0
0,0
B. Belanja Negara
340.325,8
23,2
I.
Belanja Pemerintah pusat
258.849,2
17,7
1. Pengeluaran rutin
213.387,8
14,6
a. Belanja pegawai
38.206,4
2,6
b. Belanja barang
9.909,1
0,7
c. Pembayaran bunga utang
89.569,7
6,1
i.
Utang dalam negeri
61.174,3
4,2
ii. Utang luar negeri
28.395,4
1,9
d. Subsidi
66.269,3
4,6
i.
Subsidi BBM
53.774,0
3,7
ii. Subsidi non-BBM
12.495,3
0,9
e.
Pengeluaran rutin lainnya
9.433,2
0,6
2. Pengeluaran Pembangunan
45.461,4
3,1
a. Pembiayaan pembangunan rupiah
21.712,1
1,5
b. Pembiayaan proyek
23.749,3
1,6
II. Dana perimbangan
81.476,6
5,5
1. Dana bagi hasil
20.259,3
1,4
2. Dana alokasi umum
60.516,7
4,1
3. Dana alokasi khusus
700,6
0,0
C. Keseimbangan Primer (A-(b-BI.1c))
35.250,0
2,4
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
–54.319,7
–3,7
E. Pembiayaan (E.L + W.II)
54.319,7
3,6
I.
Dalam Negeri
34.386,7
2,3
1 . Perbankan dalam negeri
0,0
0,0
2. Non-Perbankan dalam negeri
34.386,7
2,3
a. Privatisasi
6.500,0
0,4
b. Penjualan aset program
27.000,0
1,8
Restrukturisasi perbankan
c.
Obligasi negara (neto)
886,7
0,1
i.
Penerbitan obligasi
886,7
0,1
ii. Pembayaran cicilan pokok
0,0
0,0
II. Luar Negeri
19.933,0
1,3
1. Pinjaman
23.749,3
1,6
2. Pembayaran cicilan pokok utang
luar negeri
–20.157,7
–1,4
3. Pinjaman program dan penundaan
cicilan uang
16.341,4
1,1
Sumber : BPS
6. Dampak APBN terhadap Perekonomian
Keberadaan APBN mempunyai dampak (pengaruh) besar terhadap
perekonomian. Tanpa adanya APBN, negara tidak memiliki pedoman dalam
melaksanakan seluruh kegiatannya, termasuk dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi, serta tidak memiliki alat (sarana) yang tepat untuk
memperbaiki perekonomian. Secara rinci, dampak atau pengaruh APBN
terhadap perekonomian adalah sebagai berikut:
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
71
a.
APBN memberi pedoman bagi kegiatan pembangunan ekonomi.
Misalnya, jika dalam APBN prioritas pembangunan ditujukan pada
bidang industri maka pemerintah tentu akan lebih banyak melakukan
pembangunan di bidang industri.
b.
APBN dapat digunakan sebagai alat perbaikan perekonomian.
Apabila negara mengalami gejala ekonomi yang buruk, APBN dapat
digunakan sebagai alat untuk memperbaiki perekonomian. Contohnya,
pada tahun 1982, Indonesia melihat harga BBM dunia terus menurun.
Menurunnya harga BBM adalah pertanda buruk bagi Indonesia, karena
Indonesia sangat menggantungkan penerimaan pada sektor migas.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, pada penyusunan APBN
selanjutnya, pemerintah berusaha keras meningkatkan penerimaan dari
sektor nonmigas, misalnya meningkatkan penerimaan sektor pajak.
Penerimaan sektor pajak dapat ditingkatkan di antaranya dengan cara
memperbaiki sistem pemungutan pajak di Indonesia. Kini terbukti, pajak
menjadi sektor andalan bagi penerimaan negara (70% lebih penerimaan
Indonesia diperoleh dari sektor pajak). Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa APBN dapat digunakan sebagai alat untuk
memperbaiki perekonomian.
c.
APBN dapat memengaruhi perubahan harga secara keseluruhan.
Jika dalam penyusunan APBN pemerintah menurunkan atau
menghilangkan subsidi BBM, berarti harga BBM akan naik. Kenaikan
harga BBM akan diikuti dengan kenaikan harga barang dan jasa lain
yang banyak dibutuhkan masyarakat. Itu berarti, APBN dapat
memengaruhi perubahan harga secara keseluruhan.
d. APBN dapat memengaruhi tingkat produktivitas perusahaan.
Misalnya, untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintah
menaikkan tarif pajak ekspor. Kenaikan tersebut akan memengaruhi
sikap para eksportir. Jika tarif pajak ekspor dianggap terlalu tinggi maka
bisa menurunkan produktivitas para eksportir. Akibatnya, jumlah ekspor
menjadi menurun. Sebaliknya, jika pemerintah menurunkan tarif pajak
ekspor, para eksportir justru akan lebih meningkatkan ekspornya.
e.
APBN dapat memengaruhi tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Distribusi pendapatan yang tidak merata dan tidak adil bisa
menimbulkan kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial yang tinggi
suatu saat bisa meledak dan menimbulkan kerusuhan seperti
perusakan dan pembakaran. Perusakan dan pembakaran akan
memengaruhi kinerja perekonomian nasional. Dalam hal ini, APBN
bisa digunakan sebagai alat untuk memengaruhi tingkat pemerataan
distribusi pendapatan, misalnya dengan melakukan kebijakan subsidi,
baik subsidi BBM atau subsidi non-BBM. Subsidi tersebut diberikan
bagi pihak yang membutuhkan. Saat ini, subsidi BBM diberikan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk pemberian Raskin
72
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
(beras untuk rakyat miskin), penyediaan fasilitas kesehatan dan
pendidikan.
Selain subsidi, pemerintah juga bisa menggunakan pajak untuk
memengaruhi tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Penghentian Pembayaran Utang dan Penerimaan Hibah
Pemerintah telah menghentikan pembayaran utang luar negeri
yang jatuh tempo antara Januari-Maret 2005 senilai 350 juta dolar
Amerika Serikat atau sekitar Rp3,238 triliun. Pemerintah menyurati
19 negara anggota
Paris Club
untuk meminta agar pinjaman yang
ditunda pembayarannya itu tidak dikenakan beban bunga berlipat
yang sangat memberatkan.
Demikian diungkapkan Menteri Keuangan Jusuf Anwar Jusuf
mengatakan, sejak Januari 2005 hingga Februari 2005, pemerintah
sudah menghentikan pembayaran bunga serta pokok pinjaman pada
negara-negara anggota
Paris Club
. Pembayaran itu akan dilakukan
nanti. Tergantung pada
maturity
-nya (jangka waktu), termasuk untuk
bulan Maret. “Permohonan saya itu akan mereka bahas, mereka akan
sepakat dan jawabannya akan seragam. Itu merupakan jawaban
mereka atas permintaan itu,” kata Jusuf.
Sementara terkait dengan komitmen hibah Pemerintah Australia
dan Jepang, Jusuf menegaskan pihaknya akan segera menindaklanjuti
komitmen hibah itu hingga dapat dicairkan. Tindak lanjut atas hibah
dari kedua negara itu akan dilakukan oleh pemerintah pada bulan
Maret 2005, Australia memberikan 500 juta dolar Australia dalam
bentuk hibah dan 500 juta dolar Australia lainnya berbentuk pinjaman
lunak. Saya akan ke Sydney untuk memastikan bentuk-bentuk teknis
pencairannya, termasuk tingkat bunga pinjamannya, dan memastikan
ada persyaratan atau tidak, kata Jusuf.
Sementara untuk hibah dari Pemerintah Jepang senilai 146 juta
dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp1,35 triliun, Jusuf
mengatakan, bantuan itu sudah tersedia untuk Indonesia sejak bulan
Januari 2005. Bantuan tersebut disimpan dalam rekening Pemerintah
Indonesia di Bank of Tokyo Mitsubishi dan hanya dapat dicairkan
setelah desain lengkap tentang pembangunan kembali Aceh dan
Sumatera Utara selesai disusun oleh pemerintah.
Sumber Kompas
I N F O
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
73
KEGIATAN
3. 1
Coba diskusikan dengan kelompokmu, apa lagi dampak APBN
terhadap perekonomian selain yang sudah disebutkan di atas?
Jika ada, tulis dan uraikan dalam buku tulis untuk dipresentasikan
di depan kelas dan didiskusikan bersama guru dan seluruh siswa.
7. Hubungan Korupsi dengan APBN
Seperti sudah dijelaskan dalam pengantar bab ini, Indonesia ternyata
adalah negara terkorup urutan pertama di kawasan ASEAN, sekaligus
negara terkorup urutan keenam dari 133 negara di dunia. Berarti, korupsi
telah membudaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya,
kita tidak ingin sebutan seperti itu melekat selamanya pada bangsa ini.
Tidak ada kata terlambat untuk berubah.
Korupsi berasal dari kata corrupt (bahasa Inggris) yang berarti jahat,
rusak, mengubah, menyuap, atau menyalahgunakan. Kata korupsi sering
disandingkan dengan kata kolusi dan nepotisme. Kolusi adalah kerja sama
antar penyelenggara negara atau kerja sama antara penyelenggara negara
dengan pihak lain yang bisa merugikan negara, masyarakat, atau orang
lain. Nepotisme adalah perbuatan penyelenggara negara yang
menguntungkan dengan mengutamakan kepentingan keluarga atau kroninya
sehingga merugikan negara, masyarakat, atau orang lain. KKN (korupsi,
kolusi, dan nepotisme) bagaimanapun bentuknya sangat merugikan dan
perlu diberantas. Dalam pembahasan selanjutnya, akan kita batasi hanya
pada masalah korupsi.
Berikut ini akan diuraikan bagaimana APBN bisa dikorupsi. Sudah
banyak kasus yang diangkat di media massa. Jika dikelompokkan, ada dua
macam tindakan korupsi dalam APBN.
a.
Korupsi dari sisi pendapatan negara dilakukan dengan cara:
1) Ada sebagian pendapatan negara yang tidak dilaporkan
(digelapkan) untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Misalnya:
kasus penggelapan pajak.
2) Menghindari pembayaran pajak, termasuk bea, atau cukai. Hal ini
bisa dilakukan dengan cara penyelundupan. Barang yang
diselundupkan ke luar negeri, tentu terbebas dari tarif pajak ekspor.
Begitu juga, barang yang diselundupkan ke dalam negeri tentu
terbebas dari tarif pajak impor. Dengan demikian, kegiatan
penyelundupan merugikan negara dari sisi pendapatan.
74
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
b.
Korupsi dari sisi Pembelanjaan Negara dilakukan dengan cara:
1) Melaporkan pembelanjaan lebih besar daripada nilai sebenarnya
yang disebut dengan istilah
mark up
.
2) Melaporkan pembelanjaan fiktif (pembelanjaan yang sebenarnya
tidak pernah terjadi). Hal ini dilakukan dengan cara memalsukan
dokumen-dokumen.
3) Mengurangi jatah pembelanjaan, misalnya yang seharusnya senilai
Rp x, tetapi dikurangi untuk kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu. Hal ini bisa juga disebut dengan istilah pungli (pungutan
liar). Coba kalian baca contohnya di sekilas info.
4) Mengalihkan suatu pembelanjaan ke bentuk lain yang tidak sesuai
aturan. Misalnya, mengalihkan pembelanjaan bencana alam menjadi
pembelanjaan pembangunan rumah dinas pegawai.
Contoh tentang betapa Jahatnya Korupsi
Mengapa korupsi bisa menghambat kemajuan? Mengapa korupsi
bisa menggerogoti bangsa? Dua pertanyaan tersebut barangkali
muncul di benak kalian. Sejahat apa korupsi itu sehingga PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) pun merasa perlu mencanangkan hari
Anti Korupsi Sedunia?
Berikut ini akan diberikan dua contoh tentang betapa jahatnya
korupsi.
Contoh pertama
Kita sering mendengar isu penerimaan CPNS yang diwarnai KKN.
Salah satu penerimaan CPNS tersebut adalah untuk profesi guru. Kita
tahu bahwa masa depan suatu bangsa tergantung kualitas generasi
mudanya, dan guru merupakan salah satu profesi strategis yang
berperan besar dalam membentuk kualitas generasi muda. Ada
kejadian beberapa waktu lalu di mana seorang guru yang telah
diterima tes CPNS (diduga secara KKN), bahkan tidak mampu mengisi
formulir pendaftaran. Nah, akan jadi apa bangsa ini jika gurunya
seperti itu?
Contoh ke dua
Misalnya ada rumah tangga A, meminjam uang 100 juta ke bank
untuk membuka
home industry
. A mengangkat 10 pegawai dengan B
sebagai pemimpinnya. Setelah 6 bulan perusahaan A semakin mundur
I N F O
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
75
dan tidak mampu membayar utang. Mengapa ini terjadi? Karena di
perusahaan A banyak terjadi korupsi. Agar perusahaan tidak ditutup,
A meminjam uang lagi 70 juta, dan mengganti B dengan C sebagai
pemimpin karyawan. Ternyata, C tidak lebih baik, korupsi tetap
merajalela. Jadilah A “tutup lubang gali lubang” untuk membayar
utang-utangnya. Mungkin seperti inilah gambaran Indonesia. Sering
kali para pemimpin hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya saja
tanpa memikirkan nasib bangsa ini untuk jangka panjang.
C. APBD
Setiap daerah, baik Tingkat I (Propinsi) ataupun Tingkat II (Kota dan
Kabupaten) harus menyusun APBD. Berikut ini akan dibahas hal-hal yang
berkaitan dengan APBD.
1. Arti dan Landasan Hukum APBD
APBD adalah singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
APBD dapat diartikan sebagai suatu daftar yang memuat perincian sumber-
sumber pendapatan daerah dan macam-macam pengeluaran daerah dalam
waktu satu tahun. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 mengartikan
APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas
dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah (Perda).
Adapun landasan hukum penyusunan APBD adalah:
a
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah
pasal 25 yang berbunyi: Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang
..., menyusun dan mengajukan Rancangan Perda tentang APBD kepada
DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
b
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 4 yang berbunyi: Penyelenggaraan
urusan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
didanai APBD. APBD harus disusun Pemerintah Daerah setiap tahun,
yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah:
1) Gubernur dan perangkatnya yang memerintah daerah propinsi.
2) Walikota dan perangkatnya yang memerintah daerah kota (dulu
disebut Kotamadya).
3) Bupati dan perangkatnya yang memerintah daerah kabupaten.
76
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
c.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta
Tata Cara Pengawasan, Penyusunan, dan Penghitungan APBD.
2. Tujuan dan Fungsi APBD
Seperti halnya dalam APBN, APBD pun memiliki tujuan dan fungsi-
fungsi. Berikut ini adalah penjelasan tentang tujuan dan fungsi-fungsi APBD.
a. Tujuan APBD
APBD disusun sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam
melaksanakan kegiatan pemerintah daerah. Sehingga dengan adanya APBD,
pemerintah daerah sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja
yang akan diterima sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus
dikeluarkan, selama satu tahun. Dengan adanya APBD sebagai pedoman,
kesalahan, pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat
dihindari.
b. Fungsi APBD
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003, pasal 66, APBD
memiliki fungsi sebagai berikut:
1)
Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi berarti APBD menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan.
2)
Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan berarti APBD menjadi pedoman bagi pemerintah
daerah untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3)
Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan berarti APBD menjadi pedoman untuk menilai
(mengawasi) apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah
sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4)
Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi berarti APBD dalam pembagiannya harus diarahkan
dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber
daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5)
Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi berarti APBD dalam pendistribusiannya harus
memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
77
3. Cara Penyusunan APBD serta Pelaksanaan,
Pengawasan dan Pertanggungjawaban APBD
Selanjutnya akan dijelaskan cara-cara atau tahap-tahap penyusunan
APBD serta pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban APBD.
a. Cara Penyusunan APBD
APBD disusun melalui cara-cara atau tahap-tahap sebagai berikut:
1)
Pertama, pemerintah daerah menyusun RAPBD (Rancangan APBD).
RAPBD disusun pemerintah daerah atas dasar usulan dari setiap
perangkat belanja administrasi dan umum 326.928.112 daerah yang
diusulkan dalam bentuk RASK (Rencana Anggaran Satuan Kerja).
2)
Pemerintah daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas.
Sebelum membahas RAPBD, DPRD menyosialisasikan RAPBD kepada
masyarakat untuk mendapat masukan. Masukan tersebut dicatat dan
akan dibukukan sebagai lampiran.
3)
DPRD membahas RAPBD bersama dengan Tim Anggaran Eksekutif.
4)
RAPBD yang telah disetujui DPRD disahkan menjadi APBD untuk
dilaksanakan.
b. Pelaksanaan, Pengawasan dan Pertanggungjawaban
APBD
Berikut ini adalah penjelasan tentang pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban APBD.
1)
Pelaksanaan APBD
Berdasarkan APBD yang sudah disahkan, Kepala Daerah menetapkan
RASK (Rencana Anggaran Satuan Kerja) menjadi DASK (Daftar
Anggaran Satuan Kerja). DASK yang memuat pendapatan dan belanja
setiap perangkat daerah inilah yang akan digunakan sebagai dasar
pelaksanaan semua pengguna anggaran.
2)
Pengawasan APBD
Agar tidak terjadi penyimpangan, pelaksanaan APBD harus diawasi.
Lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan APBD adalah DPRD
dan pejabat internal yang diangkat oleh kepala daerah.
3)
Pertanggungjawaban APBD
Ada dua macam laporan pertanggungjawaban APBD yang dilakukan
Kepala Daerah. Yaitu laporan pelaksanaan APBD Triwulanan yang
disampaikan setiap tiga bulan sekali, dan laporan pelaksanaan APBD
Tahunan, yang disampaikan setiap akhir tahun.
78
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
4. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah dan Jenis-
Jenis Pembelanjaan Daerah
Dalam bagian ini, akan dijelaskan tentang sumber-sumber pendapatan
daerah dan jenis-jenis pembelanjaan daerah.
a. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Sumber-sumber Pendapatan Daerah terdiri atas:
1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan asli yang diperoleh dari
daerah tersebut, meliputi:
a) pajak daerah;
b) retribusi daerah;
c) hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d) lain-lain PAD yang sah seperti: pendapatan bunga, jasa giro, komisi
dan potongan.
2)
Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari
APBN, meliputi:
a) Dana Bagi Hasil, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase
tertentu dari pajak dan SDA (Sumber Daya Alam) untuk mendanai
kebutuhan daerah.
b) Dana Alokasi Umum, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah.
c) Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk mendanai kegiatan khusus daerah yang sesuai dengan
prioritas nasional.
3)
Lain-Lain Pendapatan
Lain-lain pendapatan terdiri dari:
a) Hibah, yaitu bantuan yang tidak mengikat dari pihak lain.
b) Dana darurat, yakni dana dari APBN yang diberikan kepada daerah
untuk keperluan mendesak, seperti bencana alam atau peristiwa
luar biasa lainnya.
b. Jenis-Jenis Pembelanjaan Daerah
Pembelanjaan Daerah terdiri atas:
1)
Belanja Aparatur Daerah, yang meliputi:
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
79
a) Belanja Administrasi Umum
b) Belanja Operasi dan Pemeliharaan
c) Belanja Modal
2)
Belanja Pelayanan Publik, yang meliputi:
a) Belanja Administrasi Umum
b) Belanja Operasi dan Pemeliharaan
c) Belanja Modal
3)
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
4)
Belanja Tidak Tersangka
5. Format APBD
Penyusunan format APBD sama dengan penyusunan format APBN yang
baru (tahun 2000 - sekarang) yang memisahkan dengan tegas unsur-unsur:
a.
Pendapatan Daerah;
b.
Belanja Daerah;
c.
Surplus/Defisit; dan
d. Pembiayaan.
Berikut ini akan disajikan satu contoh APBD, yaitu APBD Garut.
Tabel 3.5 Pemerintah Kabupaten Garut Ringkasan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2003 (dalam Rp)
Uraian
Jumlah
I .
Pendapatan
570.787.272.669
1.1
- Pendapatan Asli
Daerah
30.311463.062
1.1.1
-
Pajak Daerah
3.392.314.776
1.1.2
-
Retribusi Daerah
23.219.847.020
1.1.3
-
Hasil Perusahaan
Milik Daerah dan
Hasil Kekayaan
Daerah yang
dipisahkan
655.025.000
1.1.4
-
Lain-lain Penda-
patan Asli Daerah
yang Sah
3.044.266
1.2
Dana Perimbangan
499.161.799.607
1.2.1
-
Bagi Hasil Pajak/
Bagi Hasil Bukan
Pajak
21.167.164.607
80
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
1.2.2
-
Dana Alokasi
Umum
468.170.000.000
1.2.3
-
Dana Alokasi
Khusus
1.000.000.000
1.2.4
-
Dana Perimbangan
dari Propinsi
8.824.635.000
1.3
Lain-lain Pendapatan
yang sah
41.314.010.000
1.3.1
-
Dana Penyeimbang
40.314.010.000
1.3.2
-
Dana Darurat
1000.000.000
II.
Belanja
573979.735.24
1 .
Aparatur Daerah
140.572.459.123
2.1.1
Belanja Administrasi
Umum
118.623.448.897
2.1.1.1 -
Belanja Pegawai/
Personalia
87210874.110
2.1.2.1 -
Belanja Barang
dan Jasa
14.181.738.907
2.1.3.1 -
Belanja Perjalanan
Dinas
101
24.038.000.000
2.1.4.1 -
Belanja Pemeliha-
raan
5.306.797.880
2.1.5.1 -
Belanja Lain-lain
1.800.000.000
2.2.1
Belanja operasi
12.900.432.726
dan
Pemeliharaan
2.2.1.1 -
Belanja Pegawai/
Personalia
3.834.247.000
2.2.2.1 -
Belanja Barang dan
Jasa
6.829.712.726
2.2.3.1 -
Belanja Perjalanan
Dinas
1.869.175.000,00
2.2.4.1 -
Belanja Pemeli-
haraan
367.298.000
2.3.1
Belanja Modal
9.048.577.500
2 .
Pelayanan Publik
433.407.278.401
2.1.1
Belanja Adm. &
Umum
326.219.928.112
2.1.2
-
Belanja Pegawai/
Personalia
301.918.480.529
2.11.2
- Belanja Barang dan
Jasa
20.095.383.333
2.2.3.2 -
Belanja Perjalanan
Dinas
1.523.025.000
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
81
2.1.4.2 -
Belanja Pemeli-
haraan
2.683.039.250
2.2.2
Belanja Operasi
dan
Pemeliharaan
27.628.706.100
2.2.1.2 -
Belanja Pegawai/
Personalia
4.435.596.500
2.2.2.2 -
Belanja Barang dan
Jasa
10.564.905.910
Belanja Perjalanan
Dinas
2.264.920.500
2.2.4.2 -
Belanja Pemeli-
haraan
10.363.283.190
2.3.2
Belanja Modal
47.064.368.213
47.064.368.213
4 .
Belanja Bagi hasil dan
Bantuan keuangan
28.885.176.850
28.885.176.850
5 .
Belanja Tidak Terkira
3.609.099.126
3.609.099.126
Surplus (Defisit)
(3.192.464.855)
III.
Pembiayaan
3.192.464.855
3.1
Penerimaan
5.064.800.000
3.1.1
-
Sisa lebih perhi-
tungan Anggaran
Tahun lalu
5.064.800.000
3.1.2
- T
ransfer dari Dana
Cadangan
3.1.3
-
Penerimaan Pin-
jaman dan Obligasi
3.1.4
-
Hasil Penjualan
Aset Daerah yang
dipisahkan
Jumlah Penerimaan
Daerah
3.1
Pengeluaran
1872.335.145
3.2.1
- T
ransfer ke Dana
Cadangan
3.2.2
-
Penyertaan modal
1.566.068.000
3.2.3
-
Pembayaran Utang
Pokok yang jatuh
Tempo
306.267.145
3.2.4
-
Sisa Lebih Perhi-
tungan
Anggaan Tahun
Berjalan
Jumlah Pengeluaran
82
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
KEGIATAN
3.2
Kunjungilah Kantor Pemda (Pemerintah Daerah) Tingkat II
(Kabupaten) di wilayah tempat tinggalmu. Kemudian, mintalah
contoh APBD selama 3 tahun berturut-turut. Setelah itu, jawab
pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1.
Dari mana saja sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) diperoleh?
2.
Apakah PAD semakin tahun semakin besar?
3.
Apakah Dana perimbangan semakin lama semakin besar?
4.
Dari 4 jenis belanja daerah, jenis belanja apa yang paling besar
jumlahnya? Mengapa demikian?
Kerjakan tugas ini secara berkelompok.
6. Dampak APBD terhadap Perekonomian
Seperti APBN, keberadaan APBD juga berpengaruh besar terhadap
perekonomian. Misalnya, di era otonomi daerah, setiap pemerintah daerah
di Indonesia pernah berlomba meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah)
dengan menciptakan atau menaikkan berbagai pungutan (pajak, retribusi,
dan lain-lain) yang berakibat terjadi high cost economy (ekonomi biaya
tinggi). Ekonomi biaya tinggi sangat merugikan sektor perekonomian karena
bisa menaikkan harga barang dan jasa. Kenaikan harga, menjadikan barang
dan jasa Indonesia tidak bisa bersaing dengan barang dan jasa dari luar
negeri.
Untuk mengantisipasi kenaikan harga barang, akhirnya pemerintah
merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
yang pada pasal 7 melarang pemerintah daerah untuk: menetapkan
peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya
tinggi dan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, serta kegiatan
ekspor dan impor.
Uraian di atas hanyalah satu contoh bahwa APBD memiliki dampak
terhadap perekonomian. Selengkapnya, dampak (pengaruh) APBD terhadap
perekonomian adalah sebagai berikut:
a.
APBD mampu memberikan pedoman bagi kegiatan pembangunan
ekonomi di daerah. Dengan adanya APBD, pemerintah daerah memiliki
pedoman yang jelas dalam melaksanakan pembangunan ekonomi
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
83
sehingga semua kegiatan dapat terarah dan perekonomian daerah
diharapkan bisa meningkat.
b.
APBD dapat digunakan sebagai alat perbaikan perekonomian. Jika
daerah mengalami gejala ekonomi yang buruk, misalnya mengalami
ekonomi biaya tinggi, APBD dapat digunakan sebagai alat untuk
memperbaiki perekonomian. Caranya, pada penyusunan APBD tahun
berikutnya, pemerintah daerah harus mengurangi atau bahkan
menghapuskan beberapa pungutan yang memberatkan.
c.
APBD dapat memengaruhi perubahan harga di daerah, misalnya: dalam
rangka meningkatkan PAD, pemerintah daerah menaikkan tarif
beberapa pungutan, seperti tarif pendaftaran rumah sakit, tarif
pengujian kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak hiburan dan pajak
sarang burung walet. Semua kenaikan tarif tersebut tentu akan
berpengaruh terhadap harga barang dan jasa. Satu hal yang perlu diingat
oleh pemerintah daerah, jangan sampai kenaikan-kenaikan tersebut
menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
d. APBD mampu memengaruhi tingkat produktivitas perusahaan. Apabila
pemerintah daerah menetapkan peraturan yang menghambat lalu lintas
barang dan jasa antar daerah, hal itu akan memengaruhi produktivitas
perusahaan-perusahaan tertentu, seperti perusahaan yang menjual
produknya ke daerah lain atau perusahaan yang mendatangkan bahan
bakunya dari daerah lain.
e.
APBD dapat memengaruhi tingkat pemerataan distribusi pendapatan.
Misalnya, di Garut kita mengenal adanya sarang burung walet yang
tentunya membuat kaya para pemiliknya. Agar kekayaan mereka tidak
bertumpuk dan menimbulkan kecemburuan sosial serta menciptakan
ketimpangan distribusi pendapatan maka pada APBD dianggarkan pajak
sarang burung walet. Pajak yang dikenakan pada pemilik sarang burung
walet akan digunakan pemerintah daerah untuk kepentingan
masyarakat banyak. Dengan demikian, distribusi pendapatan di
masyarakat diharapkan lebih merata.
Korupsi! Benarkah Diri Kita Bersih dari Korupsi?
Menurut survei TII (
Transparancy International Indonesia
),
Lembaga Bea dan Cukai dinyatakan sebagai lembaga yang
memperoleh suap atau sogokan tertinggi, yaitu mencapai 23 miliar
rupiah selama 1 tahun yang didapat dari 140 penyuap. Urutan kedua
ditempati oleh kantor pajak yang memperoleh 12,7 miliar rupiah
selama 1 tahun yang didapat dari 328 penyuap.
I N F O
84
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
Korupsi di Indonesia sudah berurat akar dalam setiap segi
kehidupan. Bisa dikatakan sudah membudaya di Indonesia.
Seandainya diperbolehkan, mungkin akan ada penulis yang membuat
buku “Seni Korupsi” atau “Cara Aman Mengelola Hasil Korupsi.”
Sudah menjadi rahasia umum, untuk membuat surat izin tertentu,
orang biasa memberikan amplop (berisi uang) agar izinnya
dipermudah dan dipercepat. Dalam hal ini, pemberi dan penerima
amplop telah melakukan korupsi, karena ada aturan yang dilanggar
dan ada pihak lain yang dirugikan. Mau contoh yang lain? Menyuap
saat memasukkan anak ke suatu sekolah, memotong gaji guru,
memalsukan surat-surat untuk memperoleh keuntungan tertentu, dan
lain-lain. Korupsi tidak hanya terjadi dalam APBN dan APBD, korupsi
ada di mana-mana. Oleh karena itu, memusnahkan korupsi sangat
sulit, bahkan tindakan korupsi mungkin juga ada di dalam diri kita
sendiri. Yakinkah kita, bahwa sampai dengan hari ini kita dan keluarga
kita tidak pernah melakukan korupsi? Lalu bagaimana cara
mengatasinya? Mulailah dari diri kita sendiri, lalu terapkan pada
pendidikan (mulai SD sampai Perguruan Tinggi). Jika ini telah
diterapkan, mungkin korupsi di negeri kita akan berkurang atau
bahkan hilang.
Dari berbagai sumber
D. Kebijakan Fiskal
Untuk memperoleh wawasan yang baik mengenai kebijakan fiskal,
berikut kita akan mempelajari arti kebijakan fiskal, tujuan kebijakan fiskal,
dan jenis-jenis kebijakan fiskal.
1. Arti Kebijakan Fiskal/Anggaran
Dua contoh di atas adalah sedikit dari kebijakan pemerintah dalam
mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Mengapa pemerintah harus
mengubah penerimaan dan pengeluaran negara? Alasannya, pemerintah ingin
mengatur perekonomian menjadi lebih baik. Semua kebijakan yang
dilakukan pemerintah dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran
negara disebut dengan istilah Kebijakan Fiskal. Kebijakan Fiskal disebut
juga Kebijakan Anggaran. Kebijakan Anggaran, mengakibatkan perubahan
angka-angka yang terdapat dalam APBN.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
85
2. Tujuan Kebijakan Fiskal/Anggaran
Secara rinci, kebijakan anggaran dilakukan pemerintah dengan tujuan
sebagai berikut:
a.
untuk menciptakan stabilitas ekonomi;
b.
untuk menciptakan lapangan kerja;
c.
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi;
d. untuk menciptakan keadilan dalam mendistribusikan pendapatan.
3. Jenis-Jenis Kebijakan Fiskal/Anggaran
Jika ditinjau dari sisi teori, ada tiga macam kebijakan anggaran yaitu:
a.
Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (
functional finance
), adalah
kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat
berbagai akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional dan
bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja.
b.
Kebijakan pengelolaan anggaran (
the finance budget approach
), adalah
kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan
pinjaman untuk mencapai stabilitas ekonomi yang mantap.
c.
Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (
the stabilizing budget
), adalah
kebijakan yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat
besarnya biaya dan manfaat dari berbagai program. Tujuan kebijakan
ini adalah agar terjadi penghematan dalam pengeluaran pemerintah.
Selanjutnya, jika dilihat dari perbandingan jumlah penerimaan dengan
jumlah pengeluaran, kebijakan fiskal/anggaran dapat dibedakan menjadi
empat jenis.
a. Kebijakan Anggaran Seimbang
Kebijakan anggaran seimbang, adalah kebijakan anggaran yang
menyusun pengeluaran sama besar dengan penerimaan. Ini berarti jumlah
pengeluaran yang disusun pemerintah tidak boleh melebihi jumlah
penerimaan yang didapat. Sehingga negara tidak perlu berhutang, baik
berhutang dari dalam negeri maupun ke luar negeri. Dalam masa depresi
(kelesuan ekonomi), sebaiknya negara tidak menggunakan kebijakan
anggaran seimbang karena bisa memperburuk keadaan ekonomi. Pada masa
depresi penerimaan negara sangat rendah sehingga negara perlu mendapat
pinjaman untuk memperbaiki perekonomian. Dengan demikian, negara tidak
bisa melakukan kebijakan anggaran seimbang. Adapun kebijakan anggaran
yang tepat digunakan pada masa depresi adalah kebijakan anggaran defisit.
86
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
b. Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan anggaran defisit yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Karena
pengeluaran lebih besar daripada penerimaan maka negara mengalami defisit
(kekurangan) anggaran. Pada umumnya, kebijakan anggaran defisit
ditempuh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Ibaratnya, seorang pengusaha yang kekurangan modal untuk memajukan
usaha dan ekonominya, berutang pada pihak lain untuk memperoleh
tambahan modal sehingga dapat memajukan usaha dan ekonominya. Asalkan
bekerja dan berusaha dengan jujur, tidak boros, tidak dikorupsi oleh para
pegawai, tentu usahanya itu bisa maju. Demikian halnya dengan Indonesia,
walaupun negara melakukan kebijakan anggaran defisit, asalkan tidak
dikorupsi, Indonesia pasti mampu memajukan perekonomiannya.
c. Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus, yaitu kebijakan anggaran dengan cara
menyusun pengeluaran lebih kecil dari penerimaan. Kebijakan ini umumnya
dilakukan pemerintah untuk mencegah inflasi (kenaikan harga akibat terlalu
banyak jumlah uang yang beredar). Dengan memperkecil jumlah pengeluaran
(belanja), diharapkan jumlah permintaan terhadap barang dan jasa tidak
meningkat. Jika permintaan terhadap barang dan jasa tidak meningkat, maka
harga barang dan jasa juga tidak akan naik, ini berarti inflasi bisa dicegah.
d. Kebijakan Anggaran Dinamis
Kebijakan anggaran dinamis, yaitu kebijakan anggaran dengan cara terus
menambah jumlah penerimaan dan pengeluaran sehingga semakin lama
semakin besar (tidak statis). Anggaran yang dinamis diperlukan karena
semakin hari semakin banyak kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan
yang harus dibiayai negara, yang membutuhkan dana lebih besar.
Benarkah Kebijakan Pemerintah Mengurangi atau
Menghapus Subsidi BBM Tergolong sebagai Kebijakan Fiskal?
Jawabannya benar sekali. Kebijakan pemerintah mengurangi atau
menghapus subsidi BBM adalah tergolong kebijakan fiskal. Karena,
dengan mengurangi atau menghapus subsidi BBM berarti pemerintah
telah melakukan tindakan mengubah pengeluaran Negara. Adapun
I N F O
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
87
tindakan atau kebijakan mengubah pengeluaran negara, merupakan
bagian dari kebijakan fiskal atau kebijakan anggaran.
Berikut ini kalian akan menyimak berita yang menjelaskan tentang
kebocoran subsidi BBM yang mendorong pemerintah untuk
mengurangi dan menghapus subsidi BBM serta mengalihkannya ke
dalam bentuk pengeluaran lain.
Subsidi Minyak Tanah Tahun 2003 Mengalami Kebocoran Rp5,6
Triliun.
Angka efisiensi distribusi minyak tanah bersubsidi sesuai hasil
survei kebutuhan minyak tanah tahun 2003 yang dilakukan Sucofindo
dan Surveyor Indonesia menunjukkan kebocoran Rp5,6 triliun. Subsidi
yang sampai kepada kelompok yang berhak hanya sebesar 62,8 persen
dari nilai subsidi sebesar Rp15,2 triliun yang dikeluarkan pemerintah
pada waktu itu.
Demikian kesimpulan Survei yang diperoleh pada Minggu (27/2)
yang sebenarnya tidak pernah diungkapkan kepada publik meskipun
hasil survei sangat penting digunakan untuk membuat keputusan
sejak survei diselesaikan pada tahun 2004.
Sesuai perhitungan Kompas, jika angka efisiensi pada tahun 2003
tidak mengalami perubahan seperti hasil survei Sucofindo, maka
jumlah kebocoran dana subsidi akan semakin tinggi. Mengingat angka
subsidi untuk tahun 2005 lebih besar karena harga minyak mentah
yang jauh lebih tinggi daripada tahun 2003.
Angka kebocoran relatif besar dibandingkan dengan
penghematan subsidi dari rencana kenaikan harga BBM per 1 Maret
2005 yang hanya sebesar Rp20,3 triliun. Itu pun yang direlokasikan
untuk program kompensasi kenaikan harga BBM hanya Rp10,78
triliun. Sebenarnya, pemerintah bisa mendapat dana untuk
mengurangi orang miskin lebih banyak jika bisa mengurangi
kebocoran BBM .
Sumber Kompas
E. Pajak
Pajak merupakan bagian dari kebijakan fiskal (kebijakan anggaran),
karena tindakan menaikkan atau menurunkan pajak dilakukan dalam rangka
mengelola anggaran negara. Misalnya, jika pemerintah ingin menaikkan
pendapatan negara maka cara yang ditempuh di antaranya menaikkan tarif
88
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
pajak, menambah jenis pajak baru, mengoptimalkan cara pemungutan pajak,
dan membasmi korupsi dalam perpajakan.
Pajak sebenarnya sudah ada sejak zaman dulu. Pada zaman dulu
kerajaan-kerajaan besar akan mewajibkan kerajaan-kerajaan yang
dikuasainya agar menyerahkan upeti atau persembahan berupa emas, batu
berharga, uang atau benda-benda berharga lain sebagai bukti kesetiaan.
Kadangkala upeti juga bisa berwujud manusia seperti para budak, perempuan
atau seseorang yang diinginkan oleh kerajaan penguasa. Pada zaman
sekarang, upeti sudah tidak berlaku lagi dan kedudukannya digantikan
oleh pajak sebagai salah satu kewajiban masyarakat terhadap negara.
1. Arti Pajak
Pajak adalah iuran yang wajib dibayar oleh rakyat kepada negara tanpa
mendapat balas jasa (kontraprestasi) secara langsung, dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran kolektif negara. Contoh pajak yang
wajib dibayar rakyat adalah pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan,
serta bea meterai.
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, pajak adalah iuran
wajib yang dibayarkan wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran kolektif, guna meningkatkan
kesejahteraan umum yang balas jasanya tidak diterima secara langsung.
Yang dimaksud pengeluaran kolektif adalah pengeluaran untuk kepentingan
bersama.
Dari pengertian pajak di atas, pajak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
merupakan iuran wajib (dapat dipaksakan oleh pemerintah);
b.
dipungut berdasarkan norma-norma hukum (undang-undang);
c.
tidak mendapat balas jasa secara langsung; dan
d. digunakan untuk membiayai pengeluaran kolektif pemerintah.
2. Arti Pungutan Resmi Lain
Untuk meningkatkan pendapatan negara, selain mewajibkan masyarakat
membayar pajak, pemerintah juga melakukan pungutan resmi lainnya.
Bentuk pungutan resmi lain tersebut adalah:
a.
Retribusi, yaitu pungutan yang dilakukan dengan pemberian jasa atau
fasilitas langsung dari negara kepada pihak yang dipungut. Contoh
retribusi adalah karcis masuk terminal, karcis masuk tempat wisata,
iuran sampah, iuran parkir dan iuran keamanan.
b.
Sumbangan, yaitu sejumlah dana yang disumbangkan masyarakat kepada
pemerintah. Contoh: SWPJ (Sumbangan Wajib Perbaikan Jalan) dan
SWDKLLJR (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu lintas Jalan Raya).
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
89
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat perbedaan antara pajak dengan
pungutan resmi lainnya yang disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Perbedaan Pajak dengan Pungutan Resmi Lainnya
Ditinjau dari
Pajak
Pungutan resmi lain
1. Balas jasa
Tidak diterima secara
Diterima secara
langsung
langsung
2. Objek pemu-
Semua orang yang me-
Khusus orang yang
ngutan
menuhi syarat tertentu
menggunakan jasa atau
fasilitas tertentu
3. Instansi pemu-
Dipungut oleh Peme-
Hanya dipungut oleh
ngut
rintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
Daerah
4. Sifat pemungutan Bersifat memaksa
Sesuai kebijakan
pemerintah
5. Sanksi (hukum)
Tertulis jelas dalam
Sesuai kebijakan
undang-undang (sanksi
pemerintah
berupa surat teguran,
denda maksimal
Rp 10.000.000 dan
hukuman penjara mak-
simal 6 tahun)
3. Dasar Hukum dan Fungsi Pajak
Dalam melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat, pemerintah
memiliki dasar hukum yaitu:
a.
UUD 1945 pasal 23 A (sesudah diamandemen) yang berbunyi: Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang.
b. Undang-Undang Perpajakan yang sudah disempurnakan (terbaru)
terdiri atas:
1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
(PPh).
3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas
Hak Tanah dan Bangunan.
90
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
7) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan
mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, pajak memiliki beberapa
fungsi, sebagai berikut.
a. Pendapatan Negara (Fungsi
Budgeter
)
Pada saat sekarang, pajak merupakan sumber terbesar pendapatan
negara. Coba kalian amati kembali APBN tahun 2001 pada Bab 2.
Sebelumnya, Indonesia pernah menggantungkan pendapatan pada sektor
migas. Karena harga migas menurun dan produksinya juga sudah tidak
seimbang dengan jumlah konsumsi di dalam negeri, pemerintah kemudian
mengalihkan perhatian pada sektor pajak. Dengan memperbaiki tata cara
perpajakan, sekarang pajak merupakan sumber utama pendapatan negara.
b. Alat Pengatur Kegiatan Ekonomi (Fungsi Regulasi)
Pajak dapat digunakan pemerintah untuk mengatur kegiatan ekonomi,
misalnya, jika pemerintah ingin meningkatkan daya saing barang dalam
negeri, pemerintah bisa menurunkan tarif pajak ekspor sehingga barang
dalam negeri bisa dijual dengan harga yang lebih murah. Jika harga lebih
murah, negara lain lebih tertarik untuk membeli barang Indonesia. Dan,
jika pemerintah ingin melindungi industri dalam negeri, pemerintah dapat
menaikkan tarif pajak impor bagi barang-barang yang sudah diproduksi di
dalam negeri. Sedangkan untuk bahan baku industri yang masih diimpor,
pemerintah harus menetapkan tarif pajak impor yang rendah atau kalau
perlu tarif pajak impornya = 0 (tidak ada pajaknya sama sekali).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak dapat digunakan
sebagai alat untuk mengatur perekonomian.
c. Alat Pemerataan Pendapatan (Fungsi Distribusi)
Pajak yang sudah menjadi pendapatan utama negara digunakan untuk
membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan. Penggunaan pajak untuk
pembangunan harus dilakukan secara merata ke seluruh wilayah tanah air.
Tidak terpusat di satu wilayah saja. Selain itu, dengan pajak tersebut,
pemerintah dapat mensubsidi masyarakat miskin, seperti subsidi pupuk
bagi petani atau subsidi dalam bentuk RASKIN (beras untuk rakyat miskin)
agar tidak terjadi ketimpangan pendapatan di masyarakat.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
91
Kemudian, untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antara si kaya
dan si miskin, pemerintah bisa menaikkan tarif pajak atas penjualan barang-
barang mewah yang umumnya hanya dibeli oleh orang-orang kaya. Dengan
semua cara di atas, diharapkan dapat tercipta pemerataan pendapatan di
masyarakat.
d. Alat untuk Menstabilkan Ekonomi (Fungsi Stabilisasi)
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan ekonomi, misalnya
dengan menetapkan pajak yang tinggi, pemerintah dapat mengatasi inflasi,
karena jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Dan, untuk mengatasi
deflasi atau kelesuan ekonomi, pemerintah dapat menurunkan pajak .
Dengan menurunkan pajak, jumlah uang yang beredar dapat ditambah
sehingga kelesuan ekonomi yang di antaranya ditandai dengan sulitnya
pengusaha memperoleh modal dapat diatasi. Dengan demikian,
perekonomian diharapkan senantiasa dalam keadaan stabil.
4. Sistem Pemungutan Pajak dan Asas
Pemungutan Pajak
Agar berjalan lancar, pelaksanaan pemungutan pajak kepada masyarakat
harus menggunakan sistem tertentu.
a. Sistem Pemungutan Pajak
Ada empat macam sistem pemungutan pajak yang bisa digunakan, yaitu
sebagai berikut.
1)
Official
Assesment System
Dalam sistem ini, penghitungan pajak dilakukan oleh aparatur pajak
atau kantor pajak. Si wajib pajak tinggal membayar hasil perhitungan
pajak yang sudah dihitung oleh aparatur pajak atau kantor pajak.
2)
Self A
ssesment System
Dalam sistem ini penghitungan pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak
dan kemudian membayar pajak yang sudah dihitungnya.
3)
Semi-Self
Assesment System
Dalam sistem ini penghitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak
bersama dengan aparatur pajak. Kemudian wajib pajak membayar pajak
yang sudah dihitung bersama tersebut.
4)
With Holding System
Dalam sistem ini penghitungan pajak tidak dilakukan oleh wajib pajak
dan aparatur pajak, tetapi dilakukan oleh pihak ke tiga yang ditunjuk.
Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
92
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
cara Perpajakan, pemungutan pajak penghasilan menggunakan
Self
Assesment System
dan pemungutan pajak penjualan atas barang mewah
menggunakan
With Holding System
.
b. Asas Pemungutan Pajak
Agar tercipta keadilan dan tidak memberatkan masyarakat, dalam
pemungutan pajak perlu diperhatikan asas-asas atau prinsip-prinsip
pemungutan pajak seperti yang sudah dikemukakan oleh Adam Smith yang
lebih dikenal dengan istilah Smith’s Canon, yang meliputi:
1)
Prinsip Keadilan/Kesamaan (
Equity
)
Pemungutan pajak harus adil dan sesuai dengan kemampuan masing-
masing wajib pajak.
2)
Prinsip Kepastian (
Certainly
)
Pemungutan pajak harus jelas dan pasti sehingga bisa dimengerti oleh
wajib pajak serta memudahkan perhitungan dan administrasi.
3)
Prinsip Kelayakan (
Convenience
)
Pemungutan pajak jangan sampai memberatkan wajib pajak sehingga
wajib pajak bisa merasa senang dalam membayar pajak. Bahkan, jika
ada kelebihan dalam pembayaran pajak, pemerintah wajib
mengembalikannya pada wajib pajak dalam jangka waktu satu bulan.
4)
Prinsip Ekonomi (
Economy
)
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat ekonomi, yaitu hasil pajak
mampu memenuhi kebutuhan negara dan pemungutan pajak tidak
menghambat kemajuan ekonomi.
5. Tarif Pajak
Tarif pajak adalah dasar pembebanan besarnya pajak yang harus dibayar
wajib pajak, yang umumnya dinyatakan dalam bentuk persentase (%).
Berikut ini adalah macam-macam tarif pajak:
a.
Tarif Tetap, yaitu tarif pajak yang ditetapkan dalam nilai rupiah tertentu
yang jumlahnya tetap (tidak berubah). Contoh: pajak meterai atau bea
meterai yang tarifnya tetap, yaitu sebesar Rp3.000,- dan Rp6.000,-.
b.
Tarif Proporsional, yaitu tarif pajak yang menggunakan persentase tetap
terhadap berapa pun jumlah objek pajak sehingga jika dihitung, besarnya
pajak akan proporsional (sebanding) dengan besarnya jumlah objek
pajak. Contoh: tarif PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah sebesar
0,5% dari berapa pun jumlah objek pajak.
c.
Tarif Progresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin meningkat
jika jumlah objek pajak semakin bertambah. Contoh: Tarif pajak
penghasilan yang ditentukan sebagai berikut:
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
93
1) Penghasilan 0 - Rp25.000.000,- tarifnya 5%.
2) Penghasilan di atas Rp25.000.000,- - Rp50.000.000,- tarifnya 10%.
3) Penghasilan di atas Rp50.000.000,- - Rp100.000.000,- tarifnya 15%,
dan seterusnya.
d. Tarif Regresif/Degresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya justru
semakin menurun jika jumlah objek pajak semakin bertambah. Contoh:
1) Jumlah objek pajak 0 - Rp25.000.000,- tarifnya 15%.
2) Jumlah objek pajak di atas Rp25.000.000,- - Rp50.000.000,- tarifnya
12,5%.
3) Jumlah objek pajak di atas Rp50.000.000,- - Rp100.000.000,- tarifnya
10%, dan seterusnya.
Di Indonesia, penentuan besar kecilnya tarif pajak ditetapkan dalam
undang-undang. Karena berbentuk undang-undang, maka dalam
menentukan besar kecilnya tarif pajak dan segala hal tentang perpajakan
pemerintah harus membahasnya dengan DPR untuk mendapat persetujuan
bersama. Dengan adanya DPR sebagai wakil rakyat, diharapkan tarif pajak
yang ditetapkan tidak memberatkan rakyat dan sekaligus dapat ikut
menunjang pendapatan negara.
6. Jenis Pajak
Berbagai macam pajak yang dipungut pemerintah dari masyarakat dapat
dikelompokkan berdasarkan sifat, subjek pajak, objek pajak dan instansi
pemungut.
a. Jenis Pajak Menurut Sifatnya
1)
Pajak Langsung (
Direct Tax
)
Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan secara berkala pada wajib
pajak berdasarkan surat ketetapan pajak (kohir) yang dibuat oleh kantor
pajak. Pada intinya, surat ketetapan pajak (kohir) memuat berapa besar
pajak yang harus dibayar wajib pajak. Pajak langsung harus dipikul
sendiri oleh si wajib pajak, sebab pajak ini tidak bisa dialihkan kepada
pihak lain, berbeda dengan pajak tidak langsung yang bebannya bisa
dialihkan kepada pihak lain. Contoh pajak langsung yaitu pajak
penghasilan dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
2)
Pajak Tidak Langsung (
Indirect Tax
)
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak
hanya jika wajib pajak melakukan perbuatan atau peristiwa tertentu.
Oleh karena itu, pajak tidak langsung tidak bisa dipungut secara berkala,
pajak hanya bisa dipungut jika terjadi perbuatan atau peristiwa tertentu
94
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
yang menimbulkan kewajiban membayar pajak. Contoh pajak tidak
langsung yaitu, pajak penjualan atas barang mewah. Pajak ini hanya
bisa dikenakan, jika ada wajib pajak yang melakukan penjualan barang
mewah. Jika wajib pajak sering melakukan penjualan barang mewah
maka dia akan sering pula dikenakan pajak penjualan atas barang mewah.
Umumnya demi perhitungan bisnis, para wajib pajak penjualan atas
barang mewah (biasanya para pengusaha) akan mengalihkan beban
pajak yang ditanggungnya kepada konsumen yang membeli barang
mewah. Caranya? Gampang sekali, yaitu dengan menaikkan harga jual
barang mewah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pajak tidak
langsung merupakan pajak yang tidak harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak, tetapi bisa dialihkan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.
Contoh pajak tidak langsung lainnya adalah pajak pertambahan nilai,
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai dan pajak ekspor.
Agar bisa membedakan dengan jelas antara pajak langsung dengan pajak
tidak langsung, perhatikan tabel berikut.
Tabel 3.7 Perbedaan Pajak Langsung dengan Pajak T
idak
Langsung
Ciri-Ciri Pajak Langsung
Ciri-Ciri Pajak Tidak Langsung
1.
Dipungut dengan mengguna-
1.
Dipungut tanpa menggunakan
kan SuratKetetapan Pajak
Surat Ketetapan Pajak (kohir)
(kohir)
2.
Tidak bisa dialihkan (dilim-
2.
Bisa dialihkan (dilimpahkan)
pahkan) kepada pihak lain.
kepada pihak lain.
3.
Dipungut setahun sekali.
3.
Dipungut jika ada perbuatan
atau peristiwa tertentu.
4.
Contoh: Pajak Penghasilan,
4.
Contoh: Pajak Penjualan atas
Pajak Bumi dan Bangunan.
Barang Mewah, Pajak Pertam-
bahan Nilai, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan,
Cukai dan Pajak Ekspor.
b. Jenis Pajak Menurut Subjek Pajak
Berdasarkan subjek pajak (siapa yang harus membayar pajak), pajak
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Pajak Perorangan dan Pajak Badan.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
95
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan
seperti PT, CV, Firma, Koperasi, Yayasan, Organisasi Sosial dan Politik.
c. Jenis Pajak Menurut Objek Pajak
Berdasarkan objek pajak (sesuatu hal yang dikenakan pajak), pajak dapat
dibedakan menjadi:
1)
Objek pajak perbuatan, seperti PPn (Pajak Pertambahan Nilai).
2)
Objek pajak kejadian, seperti Bea Masuk dan Bea Keluar.
3)
Objek pajak keadaan, seperti Pajak Penghasilan, dan Pajak Bumi dan
Bangunan.
4)
Objek pajak pemakaian seperti Bea Meterai dan Cukai.
d. Jenis Pajak Menurut Instansi Pemungut
Berdasarkan instansi pemungut, pajak dapat dibedakan menjadi:
1)
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan, dan Bea Meterai.
2)
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik
pemerintah daerah tingkat I (Propinsi) maupun pemerintah daerah
tingkat II (kabupaten atau kota).
Contoh: Pajak Radio, Pajak Televisi, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan dan Pajak Sarang Burung Walet.
7. Sistem Perpajakan di Indonesia dan Cara
Menghitung Pajak
Dalam rangka menempatkan pajak sebagai sumber utama pendapatan
negara, pemerintah senantiasa melakukan langkah-langkah pembaruan
dalam sistem perpajakan, dengan tujuan memperbaiki kinerja sistem
perpajakan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan negara dari
pemungutan pajak.
Dengan melakukan pembaruan tersebut, diharapkan sistem perpajakan
yang baru akan memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
a.
praktis dan mudah;
b.
adil dan merata dalam pengenaan dan pembebanannya;
c.
adanya kepastian hukum bagi wajib pajak dan petugas pajak;
d. menutup peluang terjadinya perbuatan penggelapan pajak, kecurangan
petugas pajak dan sejenisnya;
e.
mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
96
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
Contoh pembaruan sistem perpajakan yang sudah dilakukan pemerintah
di antaranya dengan mengubah undang-undang perpajakan yang sudah
tidak sesuai seperti:
a.
Mengubah UU No. 9 Tahun 1999 dengan UU No. 16 Tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b.
Mengubah UU No. 10 Tahun 1994 dengan UU No. 17 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasilan.
c.
Mengubah UU No. 11 Tahun 1994 dengan UU No. 18 Tahun 2000 tentang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Selain itu, pemerintah juga membuat undang-undang baru yaitu:
a.
UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
b.
UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Untuk menghindari perbedaan penafsiran tentang semua undang-
undang perpajakan maka pemerintah menjabarkan semua undang-undang
tersebut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan
dan Surat Edaran Dirjen Pajak.
Berikut ini kita akan membahas satu per satu undang-undang perpajakan
yang berlaku di Indonesia, yang semuanya merupakan pajak pusat (pajak
yang dipungut pemerintah pusat), yaitu sebagai berikut:
a.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
Undang-undang ini memuat ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
yang di antaranya berisi:
1) Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Dirjen Pajak
untuk memperoleh NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
2) Yang dimaksud Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut
undang-undang perpajakan diharuskan melakukan kewajiban pajak.
3) Yang dimaksud NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib
pajak sebagai sarana administrasi dalam melakukan hak dan
kewajiban perpajakan.
4) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan. Surat
Pemberitahuan adalah surat yang digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan pembayaran pajak.
5) Jika dalam jangka waktu tertentu Wajib Pajak tidak mengisi dan
menyerahkan Surat Pemberitahuan, maka akan dikenakan denda.
6) Tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta cara
mengangsur dan menunda pajak, diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
97
7) Memuat penjelasan berbagai sanksi (hukuman) jika terjadi kelalaian
dalam perpajakan, baik bagi wajib pajak maupun bagi aparat pajak.
Ditangkap, Pemalsu Faktur Pajak
Aparat Ditjen Pajak dan Polri membongkar satu jaringan pembuat
faktur pajak tidak sah (fiktif), yang menyebabkan kerugian negara
sedikitnya Rp55 miliar.
Penyidik memperoleh petunjuk dan barang bukti berupa nama-
nama perusahaan yang diduga fiktif dan dapat menimbulkan kerugian
negara pada pendapatan negara khususnya pada pajak pertambahan
nilai (PPn).
Modus operandi yang dilakukan antara lain membuat banyak KTP,
membuat faktur pajak tidak sah (palsu), juga ditemukan adanya speci-
men (contoh) tanda tangan kepala kantor pajak.
Ancaman pidana untuk pelaku berdasarkan KUHP yaitu tindak
pemalsuan adalah maksimum enam tahun penjara. Sementara
berdasarkan UU tentang Perpajakan ancaman hukumannya adalah
enam tahun ditambah denda empat kali jumlah pajak terutang.
Sumber:
Pikiran Rakyat
b.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
Undang-undang ini mengatur tentang Pajak Penghasilan yang di
antaranya meliputi:
1) Subjek Pajak Penghasilan
Pihak-pihak yang merupakan subjek pajak penghasilan yang
berkewajiban membayar pajak penghasilan adalah:
a) Orang pribadi atau warisan yang belum terbagi.
b) Badan seperti PT, CV, BUMN, BUMD, Firma, Koperasi,
Organisasi Dana Pensiun, dan Organisasi Sosial Politik.
c) Bentuk usaha tetap yang lain.
2) Objek Pajak Penghasilan
Berbagai macam penghasilan dapat dijadikan objek pajak
penghasilan.
Adapun yang dimaksud dengan penghasilan sebenarnya adalah
setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Berikut ini
I N F O
98
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
adalah berbagai penghasilan yang bisa dijadikan objek pajak
penghasilan:
a) Imbalan dari pekerjaan atau jasa yang diterima, seperti gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi dan uang
pensiun.
b) Hadiah.
c) Laba Usaha.
d) Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta.
e) Penerimaan kembali pajak.
f)
Bunga, termasuk diskonto, premium dan sejenisnya.
g) Dividen, termasuk dividen perusahaan asuransi dan SHU
koperasi.
h) Royalti.
i)
Sewa dan penghasilan lain yang sejenis.
j)
Penerimaan dan perolehan dari pembayaran berkala.
k) Keuntungan dari selisih kurs mata uang asing.
l)
Selisih lebih dari penilaian kembali aktiva.
m) Premi Asuransi.
n) Iuran yang diperoleh berdasarkan volume usaha.
o) Tambahan kekayaan neto, yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
p) Keuntungan dari pembebasan utang.
3) Penghasilan Tidak Kena Pajak
Siapa pun subjek pajak yang memiliki objek pajak penghasilan maka
dia akan dikenai pajak penghasilan. Dalam menghitung besarnya
pajak penghasilan, penghasilan yang dimiliki subjek pajak harus
dikurangi dulu dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
Penghasilan yang harus dikurangi PTKP hanyalah penghasilan yang
berasal dari gaji, upah, dan pensiun. Selain itu, tidak perlu dikurangi
PTKP, misalnya, Reza yang belum menikah bekerja di perusahaan
dan memiliki penghasilan setahun Rp5.000.000,-. Ini berarti,
besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar Reza dihitung
sebagai berikut:
Penghasilan Neto setahun Rp5.000.000,-
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Rp2.880.000,- (besarnya
ditentukan undang-undang).
Penghasilan Kena Pajak Rp2.120.000,-
Pajak Penghasilan yang harus dibayar Reza:
5% x Rp2.120.000,- = Rp106.000,- setahun.
Dengan demikian, besar pajak penghasilan yang harus dibayar Reza
tiap bulan adalah =
Rp160.000,-
12
= Rp8.833,-
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
99
Dalam dunia perpajakan, Pajak Penghasilan yang harus dibayar biasa
disebut dengan istilah: Pajak Penghasilan Terutang.
Selanjutnya, berikut ini akan diuraikan besarnya PTKP untuk
berbagai keadaan:
Tabel 3.8 Besarnya PTKP
Besarnya PTKP
Keadaan
Rp2.880.000,-
Untuk wajib pajak diri pribadi
Rp1.440.000,-
Tambahan untuk wajib pajak menikah
Rp2.880.000,-
T
ambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami.
Rp1.440.000,-
T
ambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan
lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Dengan adanya ketentuan mengenai PTKP di atas maka orang yang
memiliki gaji atau penghasilan neto setahun sebesar Rp2.880.000,-
atau kurang dari itu, tidak perlu membayar pajak penghasilan
kepada negara. Itu berarti, pajak penghasilan bersifat adil karena
tidak dikenakan pada mereka yang berpenghasilan kurang.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penghasilan yang harus
dikurangi PTKP hanyalah penghasilan yang berasal dari gaji, upah
atau pensiun. Selain itu, seperti penghasilan dari hadiah, royalti,
honorarium, komisi, bea siswa dan sejenisnya tidak perlu dikurangi
PTKP.
4) Tarif Pajak Penghasilan
Seperti contoh di atas (Pajak Penghasilan Reza) maka pajak
penghasilan dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (yang
berbentuk persentase) dengan jumlah penghasilan kena pajak.
Besarnya tarif pajak penghasilan ditentukan sebagai berikut:
Tabel 3.9 Tarif Pajak Penghasilan
No.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
1.
Sampai dengan Rp25.000.000,-
5%
2.
Rp25.000.000,00 - Rp50.000.000,-
10%
100
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
3.
Di atas Rp50.000.000,- – Rp100.000.000,-
15%
4.
Di atas Rp100.000.000,- – Rp200.000.000,-
25%
5.
Di atas Rp200.000.000,-
35%
5) Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Contoh 1:
Idwan memiliki penghasilan neto sebulan Rp400.000,-. Maka
besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar Idwan adalah:
Penghasilan setahun = 12 x Rp400.000,
-
= Rp4.800.000,-
PTKP (diri pribadi)
=
Rp2.880.000,- –
PKP (Penghasilan Kena Pajak)
=
Rp1.920.000,-
Pajak penghasilan terutang = 5% x Rp1.920.000,- = Rp96.000,-
(setahun).
Jadi, pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Idwan per bulan
adalah
Rp96.000,-
= Rp8.000,-
12
.
Contoh 2:
Gunawan yang sudah menikah dan memiliki 4 orang anak, bekerja
dengan gaji per bulan Rp1.000.000, pada PT Sentosa. PT ini mengikuti
program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) sehingga
perusahaan membayar untuk Gunawan premi asuransi kecelakaan
kerja Rp5.000, per bulan dan premi asuransi kematian Rp3.000,-per
bulan.
PT Sentosa juga mengikuti program jaminan hari tua dan pensiun,
oleh karena itu Gunawan harus membayar iuran jaminan hari tua
Rp20.000,- per bulan dan iuran pensiun Rp25.000,- per bulan. Pada
Gunawan juga dikenakan biaya jabatan 5% dari gaji.
Berdasarkan data di atas maka besarnya pajak penghasilan yang
harus dibayar Gunawan dihitung sebagai berikut:
Gaji sebulan
=
Rp1.000.000,-
Premi asuransi kecelakaan kerja
=
Rp5.000,-
Premi asuransi kematian
=
Rp 3.000,-
Penghasilan bruto
=
Rp1.008.000,-
Dikurangi
Biaya jabatan 5% x
Rp1.008.000,-
=
Rp50.400,-
(semua pegawai tetap dan penerima pensiun akan dikurangi biaya
jabatan sebesar 5%).
Iuran pensiun
= Rp25.000,-
Iuran jaminan hari
tua
= Rp20.000,-
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
101
Total pengurangan
=
Rp95.400,-
Penghasilan neto sebulan
(Rp1.008.000,- – Rp
95.400,-)
=
Rp912.600,-
Penghasilan neto setahun
12 x Rp912.
600,-
=
Rp10.951.200,-
PTKP setahun:
–
Wajib pajak diri pribadi
Rp2.880.000,-
–
Tambahan wajib pajak kawin
Rp1.440.000,-
–
Tambahan 3 orang anak @ Rp1.440.000,-
Rp4.320.000,- +
(yang 1 anak tidak dihitung)
Total PTKP
=
Rp8.640.000,-
PKP (Penghasilan Kena Pajak) setahun
(Rp10.951.200,- – Rp8.640.000,-)
=
Rp2 .311.000,-
Besar pajak penghasilan = 5% x
Rp2.311.000,- =
Rp115.560,-
Dengan demikian, besar pajak penghasilan
tiap bulan adalah
Rp115.560,-
12
= Rp9.630,-
Contoh 3:
Jika dua contoh di atas menggambarkan cara perhitungan pajak
penghasilan yang berasal dari gaji, berikut ini diberikan contoh cara
menghitung pajak penghasilan yang berasal dari hadiah. Pajak
penghasilan dari hadiah tidak perlu dikurangi PTKP.
Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta menjadi juara dalam suatu
turnamen dan mendapat hadiah Rp30.000.000,-.
Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar Ali adalah:
5% x Rp25.000.000,-
= Rp1.250.000,-
10% x Rp5.000.000,-
=
Rp500.000,- +
Rp1.750.000,-
Keterangan:
Dari hadiah Rp30.000.000,-, yang Rp25.000.000,- dikenai tarif pajak 5%,
dan sisanya Rp5.000.000,- dikenai tarif pajak 10%. Lihat lagi aturan
tentang tarif pajak pada uraian sebelumnya.
c.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai
(PPn) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Isi dari Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 meliputi hal-hal berikut.
1)
Objek PPn dan PPnBM
Yang menjadi objek pajak ini adalah penyerahan barang dan jasa dari
produsen ke produsen lain, dari produsen ke perantara perdagangan,
atau dari produsen langsung ke konsumen.
102
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
Tidak semua penyerahan barang dan jasa akan terkena PPn dan PPnBM.
Yang dikenai PPn dan PPnBM hanyalah penyerahan barang dan jasa
tertentu yang dikenai pajak menurut undang-undang yang disebut
dengan istilah BKP (Barang Kena Pajak) dan JKP (Jasa Kena Pajak).
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan BKP (Barang Kena
Pajak) dan JKP (Jasa Kena Pajak) sehingga harus dikenakan PPn, kecuali
barang dan jasa berikut:
a) Barang yang tidak dikenai PPn
(1) Barang hasil tambang atau hasil pengeboran seperti minyak
mentah, gas bumi dan lain-lain.
(2) Barang kebutuhan pokok seperti gabah, jagung, sagu, kedelai
dan garam.
(3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran dan
yang sejenis.
(4) Uang, emas batangan dan surat-surat berharga.
b) Jasa yang tidak dikenai PPn
(1) Jasa pelayanan kesehatan seperti jasa dokter, jasa bidan dan jasa
laboratorium.
(2) Jasa pelayanan sosial seperti jasa panti asuhan dan jasa
pemakaman.
(3) Jasa pengiriman surat dengan prangko oleh PT Pos Indonesia.
(4) Jasa perbankan, asuransi dan swaguna usaha (
leasing
).
(5) Jasa keagamaan seperti jasa rumah ibadah dan jasa dakwah.
(6) Jasa pendidikan seperti jasa sekolah dan jasa kursus.
(7) Jasa kesenian dan hiburan yang sudah terkena pajak tontonan.
(8) Jasa penyiaran yang bukan bersifat iklan.
(9) Jasa angkutan umum baik darat maupun laut.
(10)Jasa tenaga kerja termasuk penyediaan dan penyelenggaraan
latihan tenaga kerja.
(11) Jasa perhotelan meliputi jasa sewa kamar dan ruangan tertentu.
(12)
Jasa pemerintah dalam menjalankan pemerintahan, seperti jasa
pemberian IMB (izin mendirikan bangunan) dan pembuatan KTP.
Jika PPn bisa dikenakan pada barang dan jasa, maka PPnBM hanya
dikenakan pada barang. Oleh karena itu, namanya PPnBM (Pajak
Penjualan atas Barang Mewah) tidak ada PPnJM (Pajak Penjualan
atas Jasa Mewah).
Semua barang mewah akan dikenakan dua pajak, yaitu PPn dan
PPnBM, maksud penggunaan PPnBM adalah menciptakan keadilan
dalam pembebanan pajak sekaligus mengurangi pola hidup mewah
yang tidak produktif. Adapun contoh barang mewah menurut SK
Menkeu dan Pemberdayaan BUMN nomor 570/KMK.04/2000
adalah sebagai berikut:
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
103
(1) Barang mewah yang dikenakan tarif pajak 10%. Contoh: susu
ragi, yoghurt, keju.
(2) Barang mewah yang dikenakan tarif pajak 20%. Contoh: film
foto, lensa objektif, teropong ganda dan kamera.
(3) Barang mewah yang dikenakan tarif pajak 30%. Contoh: kapal,
bola golf, dan peralatan ski air.
(4) Barang mewah yang dikenakan tarif pajak 40%. Contoh: Bir,
minuman alkohol, permadani sutra, pelana, koper kulit dan
pakaian yang berharga Rp300.000,- ke atas.
(5) Barang mewah yang dikenakan tarif pajak 70%. Contoh: jam
tangan, barang yang terbuat dari batu mulia dan vodka.
c) Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Ada 5 macam DPP yang bisa digunakan untuk menghitung besarnya
pajak yaitu:
(1) Harga jual;
(2) Penggantian, yaitu uang yang diterima pemberi jasa (penghasil
jasa) karena telah menyerahkan jasa kena pajak (JKP);
(3) Nilai impor;
(4) Nilai ekspor;
(5) Nilai lain yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.
Contoh:
Dalam kegiatan impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor,
dalam penjualan barang kena pajak yang menjadi DPP adalah
harga jual dan dalam penyerahan Jasa Kena Pajak yang menjadi
DPP adalah penggantian.
d) Tarif Pajak
Tarif pajak PPn dan PPnBM ditentukan sebagai berikut:
Tabel 3.10 Tarif PPn dan PPnBM
No
Jenis Pajak
Sifat Pajak
Tarif Pajak
1
Pertambahan Nilai
Umum
10%
2
Pertambahan Nilai
Khusus (jika ada per-
timbangan tertentu)
5% - 15%
3
Pertambahan Nilai untuk
ekspor
–
0%
4
Penjualan atas Barang
Mewah
Umum
10% - 75%
5.
Penjualan atas Barang
Mewah
–
0%
untuk ekspor
104
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
e) Contoh Menghitung PPn dan PPnBM
Contoh 1:
Pengusaha M pada bulan Januari 2004 menjual tunai BKP (Barang
Kena Pajak) dengan harga jual Rp25.000.000,-.
Karena BKP yang dijual pengusaha M bukan merupakan barang
mewah maka atas barang tersebut hanya dikenakan PPn (Pajak
Pertambahan Nilai).
Besarnya PPn yang dipungut dari pengusaha M adalah:
10% x Rp25.000.000,- = Rp2.500.000,-.
Contoh 2:
Pengusaha N mengimpor BKP (Barang Kena Pajak) yang tergolong
mewah dengan nilai impor Rp50.000.000,-. Karena tergolong BKP
mewah maka pada barang tersebut dikenai dua macam pajak, yaitu
PPn dan sekaligus PPnBM. Pada BKP yang diimpor pengusaha N
ini dikenakan tarif PPn 10% dan tarif PPnBM 20%. Maka, besarnya
PPn dan PPnBM adalah:
PPn
= 10% x Rp50.000.000,- = Rp5.000.000,-
PPnBM =
20% x Rp50.000.000,- = Rp10.000.000,-
d. Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
Isi dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 meliputi:
1) Objek Pajak
Yang menjadi objek PBB adalah bumi dan bangunan. Bumi adalah
permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam dan diletakkan
secara tetap di dalam tanah atau perairan. Contoh bangunan antara
lain gedung, jalan tol, kolam renang, pagar mewah, taman mewah,
kilang minyak dan tempat olahraga.
Tidak semua bumi dan bangunan akan dikenakan PBB. Bumi dan
bangunan yang tidak dikenakan PBB adalah bumi dan bangunan
yang sebagai berikut:
(1) Digunakan semata-mata melayani kepentingan umum.
(2) Digunakan untuk kuburan dan sejenis.
(3) Digunakan untuk hutan lindung, taman nasional dan yang
sejenis.
(4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat.
(5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional.
2) Subjek Pajak
Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak atau memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
105
3) Dasar Pengenaan PBB
Yang menjadi dasar pengenaan PBB adalah NJOP (Nilai Jual Objek
Pajak) yang merupakan harga rata-rata dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar.
4) Tarif PBB
Tarif PBB adalah sebesar 0,5%.
5) NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak)
Demi keadilan dan untuk membantu orang miskin maka dalam
menghitung PBB, besarnya NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) harus
dikurangi dulu dengan NJOPTKP sebesar Rp8.000.000,-. Itu berarti,
orang yang memiliki bumi atau bangunan yang nilai jualnya hanya
Rp8.000.000,- atau kurang dari itu maka dia tidak wajib membayar
PBB.
Contoh:
Pak Toha memiliki bangunan
dengan NJO
P
=Rp8.000.000,-
dikurangi NJOPTKP
=
Rp8.000.000,-
0
Karena setelah dikurangi hasilnya 0, berarti PBB-nya juga 0.
6) Rumus PBB
Besarnya PBB diperoleh dengan rumus PBB = Tarif x NJKP
atau
PBB = 0,5% x NJKP
Besarnya NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak diperoleh dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) 40% x NJOP Jika objek pajak berbentuk perumahan yang nilai
jualnya 1 miliar rupiah ke atas.
(2) 20% x NJOP
untuk objek pajak yang lain (atau jika tidak
memenuhi ketentuan no. 1 di atas).
7) Contoh Menghitung PBB
Agar jelas, berikut ini akan diberikan contoh menghitung PBB.
Pak Rahmad memiliki tanah seluas 162,5 m
2
dengan harga jual
Rp400.000,- per m
2
dan memiliki bangunan seluas 50 m2 dengan
harga jual Rp600.000,- per m
2
.
Hitunglah PBB yang harus dibayar Pak Rahmad!
Jawab:
NJOP tanah = 162,5 m
2
x Rp400.000,-
= Rp65.000.000,-
NJOP bangunan = 50 m
2
x Rp600.000,-
= Rp30.000.000,-
–
106
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
KEGIATAN
3.3
NJOP keseluruhan sebagai dasar penge-
naan pajak
= Rp95.000.000,-
NJOPTKP
=
Rp8.000.000,-
NJOP untuk perhitungan pajak
Rp87.000.000,-
NJKP = 20% x Rp87.000.000,- = Rp17.400.000,-
(dikenakan 20% karena NJOP tidak mencapai 1 miliar rupiah dan
bukan perumahan).
PBB yang harus dibayar Pak Rahmad = 0,5% x Rp17.400.000,- =
Rp87.000,-.
PBB sebesar Rp87.000, hanya dibayar 1 x setahun.
Coba kalian minta tanda bukti pembayaran PBB yang dimiliki
oleh orangtua kalian. Atau kalian bisa meminta contohnya pada Kantor
Pajak yang terdekat. Kemudian, kalian amati bagaimana cara
penghitungan pajak yang ada dalam tanda bukti tersebut! Adakah
hal yang ingin kalian tanyakan?
e.
Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
Undang-undang ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 24 Tahun 2000 yang mengatur tentang penetapan besarnya bea
meterai. Selengkapnya UU No. 13 Tahun 1985 dan PP No. 24 Tahun
2000 memuat tentang:
1)
Objek Bea Meterai
Yang merupakan objek bea meterai adalah dokumen-dokumen yang
berbentuk sebagai berikut:
a) Surat perjanjian dan surat lain yang digunakan sebagai alat
pembuktian.
b) Akta-akta Notaris dan salinannya.
c) Akta-akta yang dibuat PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan
rangkap-rangkapnya.
d) Surat-surat yang menyebutkan penerimaan uang, yang menyatakan
pembukuan atau penyimpanan uang dalam rekening bank, yang
memberitahukan saldo rekening di bank dan surat-surat yang berisi
pengakuan bahwa sebagian atau seluruh utang telah dilunasi.
e) Surat-surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
f)
Efek seperti saham dan obligasi.
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
107
Adapun dokumen-dokumen yang berbentuk: surat penyimpanan
barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti
pengiriman dan penerimaan barang, segala bentuk ijazah, akta
kelahiran, surat nikah, tanda terima gaji dan yang sejenisnya, tanda
penerimaan uang negara, tanda penerimaan uang intern organisasi,
semua jenis kuitansi, surat gadai, dan kupon pembagian keuntungan
tidak dikenakan bea meterai.
2)
Tarif Bea Meterai
Tarif Bea Meterai ada dua macam yaitu Rp3.000,- dan Rp6.000,- dengan
ketentuan sebagai berikut.
a) Bea Meterai Rp3.000,- dikenakan pada dokumen berikut:
(1) Surat yang memiliki harga nominal lebih dari Rp250.000,- tetapi
tidak lebih dari Rp1.000.000,- yang menyebut penerimaan uang,
yang menyatakan pembukuan atau penyimpanan uang dalam
rekening bank, yang memberitahukan saldo rekening di bank
dan surat pengakuan bahwa sebagian atau seluruh utang telah
dilunasi.
(2) Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang memiliki
harga nominal lebih dari Rp250.000,- tetapi tidak lebih dari
Rp1.000.000,-.
(3) Efek seperti saham dan obligasi yang berharga nominal lebih
dari Rp250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,-.
(4) Cek dan bilyet giro yang berharga nominal lebih dari
Rp250.000,-.
b) Bea Meterai Rp6.000,- dikenakan pada dokumen berikut:
(1) Surat yang memiliki harga nominal lebih dari Rp1.000.000,- yang
menyebut penerimaan uang, yang menyatakan pembukuan atau
penyimpanan uang dalam rekening bank, yang memberitahukan
saldo rekening di bank dan surat pengakuan bahwa sebagian
atau seluruh utang telah dilunasi.
(2) Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang berharga
nominal lebih dari Rp1.000.000,-.
(3) Efek seperti saham dan obligasi yang berharga nominal lebih
dari Rp1.000.000,-.
(4) Surat perjanjian dan surat lain seperti surat kuasa, surat hibah
dan surat pernyataan yang dibuat dengan tujuan sebagai alat
pembuktian.
(5) Akta-akta Notaris dan salinan-salinannya.
(6) Akta-akta PPAT dan rangkap-rangkapnya.
108
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
RANGKUMAN
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
109
3.
Sistem pemugutan
pajak
4.
Tarif Pajak Menurut
5.
Jenis Pajak
menurut
Merupakan iuran wajib
dipungut berdasarkan norma-norma hukum
tanpa balas jasa langsung
digunakn untuk membiayai pengeluaran kolektif pemerintah
Ciri pajak
Pendapatan negara
(Budgeter)
pengatur kegiatan ekonomi
(regulatory)
Pemerataan pendapatan
(distribusi)
Menstabilkan ekonomi
(stabilisasi)
Fungsi
Asas pemungutan
pajak
Pajak
1.
Arti
: Iuran yang wajib dibayar oleh rakyat kepada negara tanpa mendapat,
balas jasa (kontraprestasi) secara langsung dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara.
2.
Dasar Hukum pajak
: Undang-undang 1945 pasal 23 dan berbagai
Undang-undang perpajakan yang sudah
disempurnakan (terbaru)
Official asessment system.
Self asessment system.
Semi self asessment system.
With Holding system
Prinsip Keadilan
Prinsip Kepastian
Prinsip Kelayakan
Prinsip Ekonomi
Tarif Tetap
Tarif Proporsional
Tarif Progresif
Degresif
Objek Pajak perbuatan
Objek Pajak Kejadian
Objek Pajak Keadaan
Objek Pajak Pemakaian
Sifatnya
Pajak langsung (
Dired Tax
)
Pajak tidak langsung (
Indirect Tax
)
Subjek Pajak
Objek Pajak
Instansi Pemungut
Pajak Perorangan
Pajak Badan
Pajak Pusat
Pajak Daerah
6. Sistem Perpajakan di Indonesia
→
Pembaruan berupa:
Merubah berbagai Undang-undang perpajakan yang sudah tidak sesuai
Membuat Undang-undang Perpajakan baru yang diperlukan.
110
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
APBD
APBN
bea materai
Belanja
Aparatur Daerah
Belanja Pelayanan Publik
belanja pemerintah pusat
Daftar Anggaran Satuan Kerja
Daftar Isian Kegiatan
Daftar Isian Proyek
Daftar Usulan Kegiatan
Daftar Usulan Proyek
dana alokasi khusus
dana alokasi umum
dana bagi hasil
dana perimbangan
ekonomi biaya tinggi
ekskausatif
format
APBD
format
APBN
fungsi alokasi
fungsi alokasi
fungsi distribusi
fungsi distribusi
fungsi otorisasi
fungsi pengawasan
fungsi perencanaan
fungsi stabilitasasi
hibah
hit cost economy
kebijakan anggaran
kebijakan fiskal
keuangan negara
mark up
PAD (pendapatan asli daerah)
pajak
pajak bumi dan bangunan
pajak langsung
pajak penghasilan
pajak penjualan
pajak penjualan barang mewah
pajak tak lansung
pembiayaan
penerimaan bukan pajak
penerimaan dalam negeri
penerimaan perpajakan
pengeluaran daerah
pengeluaran rutin
penyelundupan
perhitungan anggaran negara
pungli
Rancana Anggaran Satuan Kerja
RAPBD
RAPBN
retribusi
sumbangan
Tim Anggaran Eksekutif
transfer
Kata Kunci
Kata Kunci
Kata Kunci
Kata Kunci
Kata Kunci
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
111
A. Pilih jawaban yang paling tepat!
1.
APBN diartikan sebagai suatu daftar yang memuat perincian sumber-
sumber . . . .
A. Pendapatan dan investasi negara selama 1 tahun
B. Pendapatan dan pengeluaran menteri selama 2 tahun
C. Pendapatan negara dan pengeluaran negara selama 1 tahun
D. Pendapatan dan pengeluaran negara selama 5 tahun
E. Penghasilan, investasi dan tabungan negara selama 1 tahun
2.
Dengan adanya APBN, pemerintah dapat membagikan pendapatan yang
diterima sesuai dengan sasaran yang dituju. ini adalah fungsi . . . .
A. Distribusi
B. Alokasi
C. Efisiensi
D. Disposibility
E. Stabilisasi
3.
Jika RAPBN ditolak maka pemerintah . . . .
A. Membuat RAPBN yang baru
B. Membujuk DPR agar diterima
C. Mengadakan demonstrasi
D. Mengundurkan diri
E. Menggunakan APBN tahun lalu
4.
Pertanggungjawaban APBN dibuat pemerintah dalam bentuk . . . .
A. PAN (Pertanggungjawaban Anggaran Negara)
B. PAN (Perhitungan Anggaran Negara)
C. PAP (Perhitungan Anggaran Pemerintah)
D. DAP (Daftar Anggaran Pemerintah)
E. DAN (Daftar Anggaran Negara)
5.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan termasuk . . . .
A. Penerimaan bukan pajak
B. Bagian laba BUMN
C. Penerimaan pajak perdagangan internasional
D. Penerimaan pajak dalam negeri
E. Penerimaan negara bukan pajak
Evaluasi Akhir Bab
112
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
6.
Perhatikan daftar berikut
1. Belanja Barang
2. Pembayaran Proyek
3. Dana alokasi khusus
4. Subsidi non-BBM
5. Pembiayaan pembangunan rupiah
6. Pembayaran bunga utang
yang merupakan pengeluaran rutin adalah . . . .
A. 1, 3, 4
D. 1, 4, 6
B. 2, 4, 6
E. 1, 5, 6
C. 2, 3, 5
7.
Sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, periode APBN
berubah menjadi . . . .
A. 1 Mei – 31 April tahun buku
B. 1 April – 31 Maret tahun buku
C. 1 Januari – 31 Desember tahun yang sama
D. 1 Januari – 31 Desember tahun yang sama
E. 1 Mei – 31 Desember tahun yang sama
8.
Perhatikan daftar berikut
1. dapat mengatur kebijakan kredit
2. Memberi pedoman bagi kegiatan perekonomian
3. Mengurangi jumlah korupsi
4. Dapat memengaruhi perubahan perekonomian secara keseluruhan
5. Dapat memengaruhi tingkat pemerataan distribusi pendapatan
6. Dapat meningkatkan pengawasan anggaran
Yang merupakan dampak (pengaruh) APBN terhadap perekonomian
adalah pernyataan . . . .
A. 2, 4, 5
D. 1, 3, 5
B. 1, 2, 3
E. 3, 4, 6
C. 2, 4, 6
9.
Landasan hukum disusunnya APBD adalah . . . .
A. UU No 32 th. 2003, UU No 33 th. 2004 dan Kep. Mendagri No 29 th.
2002
B. UU. No. 30 th. 2003, UU. No 33 th. 2004 dan Keppres No 29 th.
2002
C. UUD 1945 Pasal 23 dan Keppres No. 29 tahun 2002
D. UU No 32 th. 2003, UU No 33 th. 2003 dan Kep. Mendagri No 29 th.
2002
E. UU No 29 th. 2000 dan Kep. Mendagri No 29 th. 2002
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
113
10. APBD menjadi pedoman untuk menilai atau mengawasi kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah. Pernyataan tersebut merupakan
salah satu fungsi APBD, yaitu sebagai fungsi . . . .
A. Perencanaan
D. Alokasi
B. Otorisasi
E. Distribusi
C. Pengawasan
11. Yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan APBD oleh semua pengguna
anggaran di daerah adalah . . . .
A. RAPBD
D.
SASK
B . RASK
E . PAD
C. DASK
12. Yang dikategorikan sebagai PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah . . . .
A. Dana Bagi Hasil, Pajak Daerah, Retribusi Daerah
B. Pajak Daerah, Dana Darurat, Hibah
C. Dana Alokasi Umum, hibah, Pajak Daerah
D. Retribusi Daerah, Pajak Daerah, Dana Darurat
E. Retribusi Daerah, Pajak Daerah, Pendapatan Bunga
13. Perhatikan daftar berikut.
1. Belanja Pelayanan Publik
4.
Belanja Non-Darurat
2. Belanja Pajak
5.
Belanja Tidak Tersangka
3. Belanja Aparatur Daerah
6.
Belanja Asli Daerah
Yang termasuk Pos-pos pembelanjaan daerah adalah . . . .
A. 1, 2, 5
D. 3, 4, 6
B. 1, 3, 5
E. 1, 2, 6
C. 2, 4, 5
14. Berikut ini adalah tujuan kebijakan Anggaran, kecuali . . . .
A. Menciptakan lapangan kerja
B. Menciptakan keadilan dalam distribusi pendapatan
C. Menciptakan keseimbangan permintaan dan penawaran
D. Menciptakan stabilitas ekonomi
E. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
15. Dari sisi teori, kebijakan untuk mengatur pengeluaran pemerintah
dengan melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan
nasional terutama bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja
merupakan uraian dari kebijakan . . . .
A. Anggaran strategis (
Strategis Budget
)
B. Stabilitas anggaran Otomatis (
The Stabilizing Budget
)
114
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
C. Pengelolaan Anggaran (
The Finance Budget
Approach
)
D. Pembiayaan Fungsional (
Functional Finance
)
E. Anggaran Dinamis
16. Apabila suatu negara kekurangan modal untuk membiayai semua
pengeluarannya (baik pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan
maupun belanja daerah), sebaiknya negara tersebut melakukan kebijakan
anggaran . . . .
A. Defisit
D. Ekonomis
B. Seimbang
E. Dinamis
C. Surplus
17. Dari pernyataan berikut ini, yang bukan merupakan fungsi APBN
adalah . . . .
A. Untuk mengalokasikan pendapatan yang diterima sesuai sasaran
yang dituju.
B. Untuk menentukan alokasi besarnya belanja pegawai, belanja barang
dan lain-lain.
C. Untuk mendistribusikan pendapatan secara adil dan merata.
D. Untuk membuat kebijakan harga minimum bagi petani.
E. Untuk menstabilkan keadaan perekonomian.
18. APBN dapat digunakan untuk menstabilkan perekonomian. Misalnya
dalam keadaan inflasi, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
pemerintah sebaiknya ...
A. Menurunkan pajak
B. Menaikkan pajak
C. Tidak mengubah pajak
D. Meningkatkan pengeluaran
E. Mengubah manajemen pajak
19. Perhatikan pernyata berikut
1. Pemerataan
4.
Efisiensi
2. Kemandirian 5.
Penajaman prioritas
3. Keadilan
6.
Pengoptimalan
yang merupakan asas penyusunan APBN adalah
A. 1, 2, 3
D. 2, 4, 5
B. 2, 3, 4
E. 1, 2, 6
C. 2, 4, 6
20. APBN di tetapkan setiap satu tahun sekali. Hal itu sesuai dengan bunyi ...
A. UU No. 1 tahun 1994 pasal 23
B. UU No. 25 tahun 1994 pasal 26
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
115
C. Keppres No. 42 tahun 2002
D. UUD 1945 Pasal 23
E. UUD 1945 pasal 32
21. Yang bukan ciri-ciri pajak adalah . . . .
A. dipungut berdasarkan norma-norma hukum
B. merupakan iuran wajib
C. mendapat imbalan secara langsung
D. digunakan untuk membiayai pengeluaran kolektif pemerintah
E. tidak mendapat balas jasa secara langsung
22. Karcis masuk tempat wisata, iuran parkir, iuran sampah adalah contoh
dari . . . .
A. pajak
D. PPn
B. sumbangan
E.
retribusi
C. iuran
23. Dengan menyempurnakan tata cara perpajakan, pemerintah dapat
menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara. Pernyataan
tersebut merupakan gambaran fungsi pajak sebagai. . . .
A. alat pengatur kegiatan ekonomi
B. sumber pendapatan negara
C. alat pemerataan pendapatan
D. alat untuk menstabilkan ekonomi
E. alat penyempurnaan hukum
24. Apabila wajib pajak menghitung sendiri pajak yang harus dibayarnya
maka sistem pemungutan pajak yang dipakai adalah . . . .
A
. Self A
ssesment System
B
. Official
Assesment System
C
. Semi Self
Assesment System
D
. With Holding System
E
. Semi Holding System
25. Sebaiknya pemungutan pajak tidak memberatkan wajib pajak sehingga
wajib pajak merasa senang dalam membayar pajak. Hal ini merupakan
asas atau prinsip . . . .
A. keadilan
B. ekonomi
C. kesenangan
D. kelayakan
E. kepastian
116
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
26. Pajak yang tidak dipungut secara berkala, tetap hanya dipungut jika
terjadi perbuatan atau peristiwa tertentu, serta dapat dialihkan kepada
pihak lain disebut pajak . . . .
A. langsung
D.
Progresif
B. pengalihan
E.
pusat
C. tidak langsung
27.
Penghasilan
Tarif
Rp 0 - Rp50.000.000,-
8 %
Rp50.000.001 - Rp100.000.000,-
10 %
di atas Rp100.000.000,-
12 %
Tabel di atas menggambarkan tarif pajak secara . . . .
A. agresif
D. proporsional
B. degresif
E. tetap
C. progresif
28. Bapak Harun memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp200.000.000,-
satu tahun maka berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun 2000
besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar adalah . . . .
A. Rp25.000.000,-
D. Rp20.000.000,-
B. Rp50.000.000,-
E. Rp75.000.000,-
C. Rp10.000.000,-
29. Pajak penghasilan individu, yang merupakan Pajak Langsung
berpengaruh terhadap besarnya . . . .
A. Pendapatan Nasional Neto
D. Pendapatan Bebas
B. Produk Nasional Neto
E. Produk Nasional Bruto
C. Pendapatan Perseorangan
30. Berikut ini yang merupakan objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah . . . .
A. tempat pemakaman
D. perusahaan jaket
B. hutan lindung
E. taman nasional
C. kantor diplomat
B. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1.
Apa pengertian keuangan negara?
2.
Jelaskan cara-cara penyusunan APBN!
3.
Sebutkan macam-macam penerimaan dalam negeri yang tercantum
dalam APBN tahun 2000!
APBN, APBD, dan Kebijakan Fiskal
117
4.
Sebutkan dampak-dampak APBN terhadap perekonomian!
5.
Jelaskan perubahan struktur penyajian APBN yang dimulai sejak April
2000!
6.
Sebutkan jenis-jenis pembelanjaan daerah yang tercantum dalam APBD!
7.
Jelaskan pengertian kebijakan anggaran!
8.
Sebut dan Jelaskan jenis-jenis kebijakan anggaran jika dilihat dari
perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran!
9.
Bagaimana menurut kalian cara-cara untuk memberantas Korupsi?
10. Jelaskan perbedaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus!
11. Jelaskan pengertian kebijakan fiskal!
12. Jelaskan perbedaan antara pajak dengan pungutan resmi lain ditinjau
dari sisi balas jasa, objek pemungutan dan instansi pemungut
13. Jelaskan perbedaan antara
Self
Assessment System
dengan
Semi Self
Assessment System
!
14. Benarkah pajak penghasilan di Indonesia menganut tarif Progresif?
Jelaskan pendapatmu!
15. Apa tujuan pemerintah mengenakan NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak) dalam menghitung PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)?
16. Ardi sudah menikah, tetapi belum mempunyai anak. Ardi Memiliki
penghasilan Neto Rp1.000.000,- per bulan. Hitung Pajak penghasilan
yang harus dibayar Ardi!
17. Pak Rusli memiliki objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai
berikut:
a. Tanah seluas 3.000 m
2
dengan harga jual Rp500.000,- per m
2
b. Bangunan seluas 1000 m
2
dengan harga jual Rp1000.000,- per m
2
c.
Taman mewah seluas 500 m
2
dengan harga jual Rp1.500.000,- per m
2
Hitung PBB terutang yang harus dibayar oleh Pak Rusli!
18. Jelaskan perbedaan antara pajak langsung dengan pajak tidak langsung!
19. Sebutkan 5 contoh bidang jasa yang tidak dikenai PPn!
20. Jelaskan pengertian bumi dan bangunan dalam PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan)!
C. Uka (Usut Kasus)!
Proses Penyusunan APBD Memakai Paradigma Lama
Menekankan pada Belanja
Aparatur yang T
idak Pr
oporsional
Proses penyusunan anggaran daerah yang dilakukan Pemerintah
Propinsi Jawa Barat masih belum beranjak dari paradigma lama.
Penganggaran yang dilakukan eksekutif dipandang masih tetap memberi
118
Ekonomi Kelas XI SMA dan MA
prioritas besar pada belanja aparatur sehingga menafikan anggaran bagi
publik yang langsung terkait dengan kesejahteraan rakyat.
Hal itu ditemukan pada pos anggaran Dinas Kesehatan (Dinkes). Dilihat
dari komposisi anggaran belanja aparatur yang relatif kecil yakni 18,4%
dibandingkan belanja publik 81,6%. Namun, jika diperhatikan lebih saksama,
belanja aparatur hampir tersebar dan dominan pada semua program
kegiatan, sehingga terdapat pembengkakan terhadap biaya aparatur.
SumberSumber
SumberSumber
Sumber:
Pikiran Rakyat
Setelah membaca berita di atas, jawablah pertanyaan berikut!
1.
Mengapa proses penyusunan APBD masih memakai paradigma lama?
Apakah karena aturan penyusunan yang tidak jelas, atau karena para
penyusunnya yang kurang bertanggung jawab?
2.
Menurut kalian, bagaimana caranya agar penyusunan APBD lebih
memerhatikan kesejahteraan rakyat banyak?